Minggu, 23 Desember 2012

0 BERANTAS KORUPSI DENGAN KHILAFAH ISLAMIYAH



Setelah ditunggu-tunggu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya dengan tegas memerintahkan Polri untuk menyerahkan sepenuhnya penanganan kasus hukum dugaan korupsi simulator mengemudi di Korps Lalu Lintas Polri kepada KPK. Dengan itu, diharapkan kasus-kasus kelas kakap seperti kasus Hambalang, Wisma Atlet, Century dan lainnya, segera tuntas dan negeri ini bisa bebas dari korupsi.

Harapan bebas dari korupsi sebenarnya hanya bisa terealisasi jika pemberantasannya dilakukan menggunakan sistem lain, sebab sistem yang ada justru menjadi faktor pemicu utama muncul dan langgengnya korupsi di negeri ini.

Sistem yang bisa diharapkan itu tidak lain adalah sistem Khilafah Islamiyah yang menerapkan Syariah Islam secara totalitas. Hal itu mengingat: Pertama, dasar akidah Islam mampu melahirkan kesadaran bahwa setiap gerak-gerik kita senantiasa diawasi oleh Allah SWT sehingga melahirkan ketakwaan pada diri masing-masing.

Kedua, sistem politik Islam termasuk dalam hal pemilihan pejabat dan kepala daerah, tidaklah mahal. Sehingga tidak akan muncul persekongkolan untuk mengembalikan modal yang digunakan sewaktu menikuti pemilihan.

Ketiga, politisi dan proses politik, kekuasaan dan pemerintahan tidak bergantung dan tersandera oleh kepentingan parpol, sehingga hukum tidak akan tersandera oleh kepentingan seperti dalam sistem demokrasi. Peran parpol dalam Islam adalah fokus dalam mendakwahkan Islam, amarmakruf dan nahi mungkar atau mengoreksi dan mengontrol penguasa.

Keempat, struktur dalam sistem Islam semuanya berada dalam satu kepemimpinan Khalifah, sehingga ketakpaduan antar instansi dan lembaga bisa diminimalisir bahkan tidak terjadi. Faktor absennya peran kepemimpinan bisa dihindari, berbeda dengan fakta yang ada sekarang.

Kelima, sanksi bagi pelaku korupsi mampu memberikan efek cegah dan jera. Bentuk dan kadar sanksi atas tindak korupsi diserahkan kepada ijtihad Khalifah atau qadhi, bisa disita seperti yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khaththab, atau tasyhîr (diekspos), penjara, hingga hukuman mati.

Pemberantasan korupsi saat ini diibaratkan bak mimpi disiang bolong karena beberapa faktor, diantaranya: Pertama, sistem sekulerisme dengan akidah pemisahan agama dari kehidupan dan bernegara, menyebabkan nilai-nilai ketakwaan hilang dari masyarakat khususnya dalam ranah politik dan pemerintahan. Akibatnya, tidak ada kontrol internal dalam diri masyarakat, politisi, pejabat, aparatur dan pegawai. Akhirnya, semuanya hanya bersandar pada kontrol eksternal, dan pengawasan dari atasan, inspektorat dan aparat hukum. Masalahnya, mereka semua tidak jauh berbeda bahkan sama saja. Di sisi lain, hukum juga tumpul, aturan hukum yang ada mudah direkayasa dan sanksi bagi yang terbukti bersalah pun sangat ringan.

Kedua, sistem politik demokrasi yang mahal menjadi salah satu sumber masalah korupsi. Butuh biaya besar untuk menjadi politisi, kepala daerah apalagi presiden. Untuk menjadi kepala daerah saja butuh puluhan bahkan ratusan miliar, tidak akan tertutupi dari gaji dan tunjangan selama menjabat. Maka cara singkat untuk mengembalikan modal secara cepat adalah dengan korupsi.

Ketiga, korupsi telah begitu berurat dan mengakar, sementara sistem pengendalian begitu lemah. Laporan BPK menyatakan telah terjadi penyimpangan pada instansi pemerintah pusat dan daerah di semester I tahun 2012 yakni sebanyak 13.105 kasus. Potensi kerugian negara mencapai Rp 12,48 triliun. Dari jumlah itu, sebanyak 3.976 kasus senilai Rp 8,92 triliun merupakan temuan ketidakpatuhan yang mengakibatkan kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan negara. Sisanya sebanyak 9.129 kasus senilai Rp 3,55 triliun merupakan kasus penyimpangan administrasi, ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan, serta Sistem Pengendali Intern (SPI).

Keempat, dalam sistem politik yang ada saat ini, agenda pemberantasan korupsi tersandera oleh berbagai kepentingan kelompok, partai, politisi, cukong, bahkan kepentingan koruptor. Hal mendasar adalah sistem hukum. Dalam sistem demokrasi, hukum dibuat oleh wakil rakyat bersama pemerintah. Disitulah kendali partai, kepentingan kelompok, pribadi dan cukong pemberi modal amat berpengaruh.

Kelima, sering terjadi ketidakpaduan antar lembaga dan aparat. Ketegangan KPK vs Polri jilid II adalah bukti paling akhir. Ketegangan ini dipengaruhi dua faktor yakni: faktor pertama, antar lembaga tinggi posisinya sejajar dan tidak di bawah satu kepemimpinan. KPK adalah lembaga independen. Jikalau KPK lemot, tidak bisa serta merta diakselerasi oleh presiden ataupun DPR. Sebaliknya, jika KPK dapat “hambatan” dari instansi atau aparat lain, KPK tidak mudah meminggirkan halangan itu sebab berbeda jalur. Faktor kedua, absennya peran kepemimpinan. Ketidakpaduan polri dengan KPK mestinya tak terjadi, andai sejak awal presiden memerintahkan Polri harus berjalan padu dengan KPK atau ketika Polri tidak patuh segera ditegur dan diluruskan. Peran pemimpin tidaklah seperti wasit tinju, setelah baku hantam dan berdarah-darah baru menghentikan dan memutuskan. Peran pemimpin seharusnya memimpin, mengarahkan dan memadukan gerak sehingga semua berjalan harmonis.

Keenam, sistem hukum berbelit untuk membuktikan kasus korupsi dan banyak celah bagi koruptor untuk lolos. Sanksi bagi koruptor juga sangat ringan. Jangankan mencegah orang melakukan korupsi, koruptor yang telah dihukum pun tidak jera untuk kembali melakukan korupsi.
Karena itu wajar jika harapan untuk bebas dari korupsi dengan sistem seperti sekarang ini akan terus menjadi mimpi. Aksi pemberantasan korupsi yang sedang berjalan hanya akan menjadi pelipur lara dan drama yang tak berkesudahan. Wallaahu a’lam.

Oleh: Anita Komala Dewi
Mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab UPI
Diterbitkan pada kolom OPINI- Inilah Koran edisi 19 Oktober 2012
 

0 Fenomenal Mursi, Presiden Mesir Terpilih

Kemenangan Muhammad Mursi dari Ikhwanul Muslimin atas dukungan suara kaum muslim di Mesir takterelakan lagi. Hal ini menimbulkan harapan besar bagi kaum muslim agar mereka diperintah dengan aturan Islam dan berlindung dibawah panji Islam.

Tentu saja dukungan yang diberikan bukan untuk melanggengkan system sekuler yang telah membuat umat Islam sengsara didalamnya. Pertanyaannya adalah, benarkah presiden terpilih akan mewujudkan keinginan kaum muslim?

Wartawan media Fars di Kairo mengutip pernyataan pertama Presiden Kairo bahwa ia menyerukan Negara demokrasi sipil yang sekuler, mengumumkan persetujuan Mesir atas perjanjuan-perjanjian Mesir yang bersifat internasional termasuk persetujuan atas perjanjian Camp David yang merampas bumi Palestina.

Padahal Negara sipil demokrasi "yang merupakan sistem buatan kafir barat" memisahkan agama dari Negara dan menyerahkan keputusan hukum kepada manusia bukan kepada Rabb-nya.

Bagaimana bisa seorang muslim mengusung Negara sipil demokrasi yang sekuler, sedangkan dalam Islam segala sesuatu ada aturan yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. Aturan tersebut terdapat dalam Al-Qur'an dan Assunnah, dimana tidak ada kedudukan kewajiban yang lebih tinggi dari yang lainnya.

Misalnya kewajiban qishos dalam Q.S Al- Baqarah [2]: 178 setara dengan kewajiban puasa ramadlan dalam Q.S Al- Baqarah [2]: 183, keduanya pun wajib dilaksanakan, jika tidak maka berdosa. Dimana hukum Qishas hanya bisa dilaksanakan oleh Negara yang menerapkan seluruh aturan Islam (hukum-hukum Allah).

Namun tidak semua kewajiban dalam Al Qur'an dan As-sunnah bias dilaksanakan secara sempurna saat ini, karena membutuhkan sesuatu yang lain yang bisa melaksanakannya. Sesuatu yang lain itu tak lain adalah Daulah Khilafah Islamiyyah.

Sistem peradilan Islam (sebagai penebus dan pencegah) seperti jinayat termasuk qishos hanya akan sempurna ketika dilaksanakan dalam Khilafah. Hal ini disebutkan dalam Kaidah ushul fiqih 'suatu kewajiban tidak akan sempurna (pelaksanaannya) tanpa sesuatu, maka sesuatu tersebut hukumnya adalah wajib'.

Maka keberadaan Khilafah adalah wajib sebagai satu-satunya institusi yang bias menerapkan syariat Islam secara menyeluruh.

Oleh karenaitu, sudah selayaknya para penguasa muslim menyerukan kembali syariat Islam dan menerapkannya secara sempurna dalam naungan Khilafah Islamiyyah.

Demikian pula dengan penguasa muslim Mesir, sudah selayaknya menegakkan syariat dan Khilafah Islam dan mencampakkan sistem demokrasi sekuler sebagai konsekuensi keimanan atas seorang muslim.

Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. (Q.S Al-Maidah [5]: 49)

Denissa Femi Primula - Mahasiswi Pendidikan Bahasa Inggris UPI
dimuat @detik.com

http://news.detik.com/read/2012/07/06/095609/1959015/471/fenomenal-mursi-presiden-mesir-terpilih 

0 HIV Ulah Liberalisme-Kapitalisme

Tanggal satu Desember ditetapkan sebagai hari AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) sedunia. AIDS merupakan suatu penyakit yang diakibatkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). Orang dinyatakan penderita positif virus HIV ini, tidak secara langsung dia mengidap AIDS, dibutuhkan beberapa tahun untuk sampai akhirnya pengidap virus HIV ini dikatakan penderita AIDS.

HIV merupakan virus yang menyerang sel CD4 pada sel darah putih, sebagaimana kita ketahui sel darah putih dibutuhkan manusia untuk menjaga kekebalannya.

Virus ini merusak sel CD4 dalam sel darah putih yang di dalamnya virus ini berkembang biak dan terus menyerang CD4 pada sel darah putih penderita hingga pada akhirnya penderita kehilangan banyak sel darah putih dan kekebalan penderita pun menurun, bahkan tubuhnya tidak mampu untuk menahan dari penyakit apapun, meski penyakit yang ringan seperti flu.

Dalam ilmu kedokteran HIV/ AIDS ini merupakan penyakit mematikan yang belum memiliki penawarnya. Sebagai manusia yang memiliki akal untuk berpikir, tentu jika kita tidak ingin mengidap penyakit mematikan ini, kita harus menjauhi penyebab penyakit ini, bukan menjauhi pengidapnya.

Ingatlah, mencegah lebih baik dari pada mengobati, dan penyakit ini belum ditemukan obatnya secara pasti, maka haruslah kita menghindari penyakit ini.

Darah, air mani, cairan vagina, air susu ibu merupakan alat penyebaran virus HIV. Survey membuktikan bahwa 76,3% pengidap aids disebabkan oleh seks bebas, sedang melalui jarum suntik hanya 16,3%, sisanya melalui transfusi darah dan lainnya.

Dari data seperti itu timbulah solusi abc, Abstinence (A) yaitu menghindari seks bebas, namun dalam solusi abc ini dapat dimaklumi jika ada yang tidak sanggup untuk menghindarinya, hingga alternatif solusi lainnya adalah Be faithful (B) yaitu setialah pada satu pasangan saja, namun kita tahu dalam era globalisasi ini, media sangat mudah masuk dan berbagai rangsangan pun hadir, sehingga dalam solusi abc ini pun diberikan pilihan terakhir, maka jika tidak sanggup untuk setia, gunakanlah 'pengaman', Condom (C) agar virus HIV tidak tertular.

Tahukah pembaca, bahwa penelitian kedokteran menyebutkan bahwa pori-pori kondom 10 kali lebih besar dari ukuran virus HIV, sehingga dengan penggunaan kondom ini tidak dapat menyelesaikan masalah, yaitu mengurangi pengidap HIV/ AIDS.

Bahkan setelah isu kondom merebak, dengan hadirnya atm kondom, dan kondom pun diperjual-belikan dengan bebas, semakin banyak pula pengidap HIV/ AIDS.

Sungguh solusi abc ini merupakan solusi kapitalis, yang tentu disini ada lahan bisnis sesuai dengan namanya kapital, yaitu permintaan yang tinggi untuk kondom, dan industri kondom pun mendapatkan omset yang tinggi.

Pandangan hidup kapitalisme ini lahir dari pandangan hidup sekulerisme yang mana dalam pandangan hidup ini seseorang tidak diperbolehkan membawa nama agama dalam pengurusan hidup manusia. Dengan akal yang diberikan kepada manusia, mereka sombong bahwa mereka dapat membuat aturan hidup bagi mereka.

Solusi abc merupakan solusi sesat, karena dengan solusi abc ini semakin merebaknya seks bebas yang ini merupakan penyebab tertinggi penularan HIV/ AIDS. Bahkan perilaku seks bebas ini sudah merebak ke anak sekolah menengah.

Untuk menyelesaikan permasalahan HIV/ AIDS ini dibutuhkan solusi yang mengakar, tidak hanya solusi dipermukaannya saja, yaitu perlulah peninggalan seks bebas.

Peninggalan seks bebas tidak akan terjadi ketika banyak sarana-prasana yang menunjang, kondom, tempat lokalisasi, aurat wanita yang merangsang, media elektronik yang merangsang dan hal lainnya yang memicu terjadinya seks bebas ini.

Dalam pandangan hidup kapitalisme, sesuatu yang bermanfaat, mendapatkan keuntungan, maka halal hukumnya. Begitu pula tempat lokalisasi yang ternyata masuk pada devisa negara, kondom yang dengan pasarnya dapat mendapatkan keuntungan yang sangat besar.

Dalam pandangan hidup kapitalisme yang melahirkan pergaulan yang bebas, liberal ini, wanita muslim tidak diwajibkan untuk menutup auratnya. Ini membuktikan dalam pandangan hidup serba bebas ini permasalahan HIV/ AIDS tidak dapat diselesaikan, hanya ada solusi yang menjebak, yaitu solusi abc.

Ini mengharuskan aturan yang mendasarkan hukum tidak atas dasar manfaat, namun jelas berasal dari pencipta manusia, yang juga menciptakan aturan hidup buat manusia untuk diterapkan. Allah SWT menciptakan atuan untuk manusia melalui Islam, di dalamnya wanita muslim pun diwajibkan untuk menutup aurat.

Sungguh hanya dengan aturan Islam lah sistem hidup manusia akan adil, karena pembuat aturan adalam pencipta manusia itu sendiri, yang mengetahui seluk-beluk manusia. Bukan manusia yang memiliki nafsu keserakahan.

Pengaturan Islam pun tak dapat diterapkan secara parsial, karena hukum satu dan lainnya akan berpengaruh, terlebih sudah merupakan kewajiban umat islam untuk menerapkan islam secara sempurna.

Penerapan Islam secara sempurna ini hanya didapat dalam institusi kenegaraan. Negara independen, yang dapat berdiri sendiri, dapat menerapkan Islam secara sempurna.


Fathimah Bilqis - Mahasiswi Pendidikan Matematika UPI
dimuat @detik.com

http://suarapembaca.detik.com/read/2011/12/15/222134/1792388/283/hiv-ulah-liberalisme-kapitalisme

0 Peran Mulia Bunda Yang Melahirkan Generasi Cemerlang

Kekerasan dan pergaulan bebas menjadi potret buram kehidupan generasi muda saat ini. Tawuran antar pelajar, seks bebas, hamil diluar nikah, aborsi, perkosaan, pelecehan seksual dan peredaran VCD porno, narkoba dan HIV/AIDS menjadi perkara yang lumrah di kalangan remaja saat ini.

Padahal remaja merupakan generasi penerus yang akan menerima tongkat estafet perjuangan dimasa mendatang.

Sederet potret buram generasi muda saat ini membuat kita bertanya, siapa yang akan membangun bangsa kedepan kalau generasinya saja sudah hancur. Data penelitian puslitbang Departemen Sosial RI menunjukkan kerusakan remaja dari segala sisi.

Kehidupan remaja (83%) mengkonsumsi minuman keras, (93,3%) remaja begadang malam, (100%) berbohong, (40 %) hubungan seks luar nikah, (46,7%) mencuri, (73,3%) penyalahgunaan narkoba, (33,3%) berjudi, (16,7%) kumpul kebo, (23,3%) melihat gambar porno, (3,3%) membunuh. (Budi Utomo: http://dullrohman.blogspot.com/07/2012).

Hal ini tidak bisa terlepas dari aturan hidup yang ada. Aturan yang berasaskan sekuler (pemisahan antara kehidupan dan agama) ini yang melahirkan generasi berkepribadian jauh dari iman dan takwa.

Pembentukan generasi juga tidak terlepas dari peran keluarga. Keluarga merupakan pondasi dasar dalam pembentukan kepribadian anak. Dari keluargalah muncul sosok-sosok generasi pemimpin yang berakhlak mulia.

Keluarga merupakan basis pendidikan utama bagi setiap manusia. Tetapi sistem kapitalis sekuler memaksa orang tua abai dalam proses pendidikan anak-anaknya karena sibuk bekerja.

Sistem saat ini mengkondisikan kaum ibu untuk meninggalkan kewajibannya sebagai umu warobatul bait dengan menyibukkan mereka dalam ranah publik dengan alasan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Kebutuhan hidup yang semakin melambung tinggi, semua serba mahal dikarenakan sistem ekonomi yang digunakan adalah sistem buatan manusia sehingga tidak bisa menjamin kesejahteraan. Berbeda halnya dengan Islam.

Islam adalah satu-satunya konsep kehidupan yang telah mengangkat kedudukan perempuan sebagai ibu yang penuh kemuliaan. Peran penting seorang ibu dalam islam mempunyai kewajiban mendidik anak tentang perilaku dan budi pekerti yang benar sesuai syariat islam.

Anak diajarkan kalimat-kalimat yang baik, sikap sopan santun dan kasih sayang serta kepribadian yang dibangun diatas iman dan takwa. Islam juga memandang wanita adalah mahluk yang mulia karena dia memiliki peran yang luar biasa dalam membentuk kepribadian generasi.

Wanita ditakdirkan hamil, menyusui, diberi tanggung jawab mengurus suami dan anak-anaknya di wilayah domestik.

Perbedaan tugas ini bukan berarti membedakan kasta, martabat, apalagi diskriminatif seperti yang didengungkan masyarakat barat (persamaan gender) justru peran ibu dan ayah dalam islam ibarat neraca keseimbangan yang akan menciptakan harmonisasi dalam keluarga.

Disamping itu, islam juga mengatur permasalahan ekonomi . Islam mewajibkan Negara untuk memenuhi seluruh kebutuhan primer rakyatnya sehingga kesejahteraan akan mudah untuk didapat.

Generasi unggul dan cemerlang bisa terlahir karena pola pendidikan yang benar, salah satunya dengan peran keluarga terutama peran ibu.

Hal ini hanya bisa terwujud ketika islam dijadian pedoman kehidupan dibawah naungan khilafah, karena sistem kapitalisme-sekulerisme hanya bisa menjamin kerusakan saja.

Oleh karena itu kita selaku umat muslim harus senantiasa memperjuangkan penegakkan syariah dan khilafah dalam kehidupan.

Riana Magasing - Mahasiswi Pascasarjana UPI 
dimuat @detik.com

http://news.detik.com/read/2012/12/19/122959/2122301/471/peran-mulia-bunda-yang-melahirkan-generasi-cemerlang?nd771108bcj

0 Peranan Guru Dalam Menciptakan Generasi Terbaik Bangsa

Maraknya tindakan kekerasan seperti bullying dan tawuran serta berbagai penyimpangan perilaku yang dilakukan di kalangan pelajar akhir-akhir ini menimbulkan kekhawatiran banyak pihak, termasuk dunia pendidikan.

Berdasarkan data Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak), sepanjang enam bulan pertama tahun 2012 terdapat 139 kasus tawuran pelajar.

Fenomena memprihatikan ini sudah semestinya menjadi cambuk dan momen penting bagi keluarga, sekolah dan negara untuk melakukan evaluasi terhadap pola pendidikan generasi muda. (Al-Waie 2012: 18)

Generasi muda dan pelajar adalah bagian dari anggota masyarakat yang akan menjadi pemimpin dimasa depan, serta pelaku pembangunan pada masa yang akan datang.

Peranan guru dalam menciptakan generasi terbaik sangat berpengaruh, karena lembaga sekolah dan guru berfungsi mengarahkan, membimbing dan membina potensi dasar yang ada pada manusia.

Seharusnya kompetensi kepribadian yang melekat pada figur seorang guru diantaranya berkepribadian islam, berakhlak mulia dan berjiwa pemimpin serta menjadi teladan bagi anak didiknya. Perilaku guru akan menjadi tauladan bagi siswa atau pelajarnya.

Tetapi fenomena yang terjadi justru sebaliknya, ada berbagai macam kasus perilaku guru yang tidak mencerminkan sosok guru bahkan berprilaku yang semena-mena pada murid atau mencontohkan sikap yang sangat tidak baik seperti pelecehan dan lain sebagainya.

Penyebab dari masalah ini adalah diterapkannya sekulerisme (pemisahan agama dengan kehidupan) dalam setiap ranah dengan salah satunya menjadikan pendidikan agama hanya formalitas belaka dalam pendidikan.

Sehingga generasi yang akan dilahirkan akan jauh dari nilai-nilai islam, seperti maraknya tawuran, pergaulan bebas, narkoba dan lain sebagainya. Generasi yang berkualitas tidak akan terwujud jika masih menggunakan sistem sekulerisme dalam mengatur kehidupan.

Berbeda halnya dengan islam. Sistem pendidikan dalam islam bertujuan untuk membentuk kepribadian islam, menguasai tsaqofah islam, ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dalam Islam, profil guru diantaranya penghafal Al-Quran dan hadits, berkepribadian islam, faqih fiddin, menguasai keterampilan dan IPTEK, berakhlak mulia, ahli ibadah, memahami tumbuh kembang anak, berjiwa pendidik dan menjadi teladan.

Sehingga generasi yang akan dihasilkan adalah generasi yang berkualitas, unggul dan cemerlang. Hanya dengan sistem islamlah akan terlahir generasi unggulan. Sistem islam hanya bisa terterapkan dalam naungan khilafah.

Oleh karena itu kita selaku kaum muslim harus istiqomah memperjuangkan penerapan syariah islam dalam bingkai khilafah.


Riana Magasing - Mahasiswi Pascasarjana UPI
dimuat @detik.com

http://news.detik.com/read/2012/12/07/103745/2111988/471/peranan-guru-dalam-menciptakan-generasi-terbaik-bangsa?nd771108bcj

Jumat, 21 Desember 2012

0 Pantaskah Wakil Rakyat Menyalahkan Rakyatnya?

"Orang miskin itu karena salahnya sendiri dia malas bekerja. Jadi bukan salah siapapun kalau ada orang miskin", kata ketua MPR RI (waspada.co.id, 9/7).

Sungguh, merupakan suatu kesimpulan yang tergesa-gesa. Kenyataannya, belum tentu orang yang miskin tersebut adalah orang yang malas bekerja.

Kita lihat saja bagaimana pemulung bekerja dari pagi hingga sore mengumpulkan barang bekas, namun tetap miskin. Petani yang sudah ke sawah dari subuh, namun masih sulit memenuhi kebutuhannya. Kuli bangunan yang bekerja dari pagi hingga sore, namun masih jauh dari kata berkecukupan.

Apakah mereka malas bekerja? Jawabannya tentu tidak, bahkan mungkin mereka jauh lebih rajin dari pada para wakil rakyat kita yang sering study tour ke luar negeri dan tidur di tengah rapat. Namun, mengapa mereka tetap miskin?

Sudah bukan hal yang aneh lagi di negeri ini bahwasannya kemiskinan dapat diwariskan. Ketika seorang bapak hidup sebagai pemulung, maka kemungkinan besar anaknya juga seorang pemulung.

Pendidikan yang mahal menjadikan banyaknya anak negeri ini yang tidak dapat mengenyam bangku pendidikan ataupun yang putus sekolah. Akibatnya, tak ada pilihan bagi mereka selain mengikuti profesi orang tuanya.

Di sisi lain, kekayaan alam yang sudah seharusnya menjadi milik rakyat malah diberikan kepada asing. Tak hanya itu, pejabat pemerintahan dan wakil rakyat malah mencuri uang rakyat. Sedikit sekali usaha yang dilakukan untuk memperbaiki taraf hidup rakyat ini, jika dikatakan tidak sama sekali, seakan kemiskinan sudah menjadi suatu budaya yang harus dipertahankan.

Sudah menjadi keharusan bagi pemimpin untuk mengurusi urusan rakyatnya, termasuk mengentaskan kemiskinan, bukan malah menyalahkan rakyatnya.

Seorang pemimpin itu bagai pelayan bagi rakyatnya, bukannya penguasa. Sejarah telah memperlihatkan kepada kita, bagaimana Umar bin Khattab, pemimpin pada masa Islam, memanggul sendiri makanan untuk diberikan kepada sebuah keluarga yang miskin.

Beliau bertanggung jawab penuh atas kemaslahatan rakyatnya, bukannya malah menyalahkan mereka, tidak seperti pemimpin saat ini. Siapa yang tidak menginginkan pemimpin seperti beliau?

Sungguh, kepribadian yang terbentuk dalam diri beliau adalah hasil dari didikan pendidikan Islam dan pemerintahan yang beliau pimpin adalah pemerintahan yang jauh dari kata korupsi, yang mampu menyelesaikan berbagai permasalahan, yaitu pemerintahan Islam, khilafah Islamiyyah.


Atifa Rahmi - Mahasiswi Pendidikan Kimia UPI
dimuat @ detik.com

http://news.detik.com/read/2012/07/19/105359/1969288/471/pantaskah-wakil-rakyat-menyalahkan-rakyatnya

0 Pemilu Mahal, Rakyat Terlantar

Dua tahun lagi, pesta demokrasi lima tahunan kembali akan diadakan. Seperti pemilu-pemilu sebelumnya, meskipun waktunya masih lama namun parpol-parpol sudah mulai ancang-ancang strategi untuk menggolkan calonnya dengan melakukan penggalangan dana.

Karena, modal terkenal dan ketokohan saja belum cukup. Sistem politik demokrasi menuntut modal materi yang besar.

Maka, berlombalah para calon bekerjasama dengan pemodal untuk menggalang dana. Biaya yang ditanam pemodal harus kembali berikut untungnya.

Oleh karena itu, penguasa yang terpilih harus memberikan "jalan" untuk merealisasikan keinginan para pemodal itu dengan berbagai cara, bahkan korupsi pun diduga menjadi alasan sebagai jalan untuk mengembalikan modal.

Inilah potret perpolitikan negeri ini, potret politik berasas kapitalis-sekuler. Sehingga paradigma politik hanya fokus pada masalah kekuasaan, meraih dan mempertahankan kekuasaan. Akibatnya, kepentingan rakyat terabaikan. Rakyat terantar.

Sementara, Islam memiliki paradigma politik yang berbeda. Landasan sistem politik Islam adalah pemeliharaan urusan umat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan hukum Islam.

Dengan paradigma ini, yang menjadi fokus perhatian para penguasa adalah pemeliharaan urusan dan kepentingan umat. Sehingga, penguasa tidak sibuk mengurusi urusan sendiri bahkan bersikap abai terhadap rakyat.

Semua aktivitas politik itu tidak hanya berdimensi duniawi, pun melekat pada dimensi ukhrawi karena setiap aktivitas yang para penguasa lakukan akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Nabi saw bersabda, "Tiap kalian adalah pemimpin dan tiap kalian dimintai pertanggungjawaban atas pemeliharaan urusan rakyatnya (orang yang diurusnya)".

Dengan begitu, jika ada penguasa yang bersikap abai terhadap rakyat dalam sistem politik islam maka akan dilakukan sanksi sesuai dengan kapsitas kesalahannya.

Hal ini hanya akan bisa direalisasikan ketika sistem aturan yang ditegakkan adalah islam yang diterapkan dalam sebuah negara yang akan menaunginya.


Sabila Islamina Asy-Syahidah - Mahasiswi Pendidikan Kimia UPI 
dimuat @detik.com

http://news.detik.com/read/2012/06/28/102328/1952847/471/pemilu-mahal-rakyat-terlantar

0 Eksploitasi Politik Terhadap Kasus Sampang

Salah satu berita terhangat sekarang adalah kasus bentrok antara kelompok Tajul Muluk yang berpaham Syiah dan warga Karang Gayam dan Biuran yang berpaham Ahlus Sunnah.

Aksi kekerasan yang dilakukan kedua belah pihak memang sama sekali tidak bisa dibenarkan. Namun karena terbukti melakukan penistaan terhadap agama Islam, Tajul Muluk diadili dan divonis penjara dua tahun oleh PN Sampang.

Di tengah kerumitan masalah ini, ada sebagian pihak yang mengeksploitasi masalah ini. Para politisi, aktivis HAM, bahkan pengusung Islam liberal seakan berlomba memanfaatkan peristiwa ini.

Kelompok liberal sembari menyuarakan kebebasan, menuduh bahwa Negara gagal melindungi minoritas. Mereka kembali menuntut agar UU No 1 PNPS 1965 tentang Perlindungan Agama dari Penodaan dicabut.

Bahayanya jika pemerinta menuruti keinginan kelompok ini justru akan menimbulkan konflik sosial.

Hal ini disebabkan tidak adanya rambu yang bisa dijadikan pegangan ketika terjadi pelecehan terhadap keyakinan orang lain. Adanya pegangan saja rusuh, apalagi jika dihapuskan.

Kemudian kelompok aktivis HAM menyatakan bahwa kasus ini akan dibawa ke sidang evaluasi periodik universal (UBR) Dewan HAM PBB pada 19 September mendatang.

Namun KH Hasyim Muzadi mengingatkan, "Kasus Sampang janganlah 'diselancari' dengan eksploitasi politik, apalagi kalau eksploitasi tersebut untuk kepentingan global atau asing, terlebih menjadikannya sebagai barang jualan ke luar negri."

Perkataan mantan Ketua Umum PBNU tersebut memang benar. Pada faktanya internasional sedang dipegang AS yang telah banyak mengadu domba dan menjadikannya alat penjajahan mereka seperti halnya konflik Iran-Irak.

Seharusnya tidak perlu untuk meminta Dewan HAM PBB menyelesaikan masalah internal negri ini. Pemerintahlah yang memiliki kewenangan dan kewajiban untuk menyelesaikannya.

Di dalam aturan Islam, kesesatan yang nyata tidak dapat ditolerir. Tidak hanya memvonis penjara sekian tahun, tapi harus menghilangkan aliran sesat tersebut hingga ke akarnya. Maka, dengan begitu warga tidak akan tersulut emosi karena persoalan telah dituntaskan.

Sayangnya negri ini tidak berlandaskan Islam bahkan dikatakan bahwa Indonesia adalah Negara bebas.

Sehingga banyak yang beranggapan bahwa aliran Tajul Muluk maupun aliran sesat lainnya memiliki hak untuk menjalankan 'agama 'mereka.

Maka haruslah negri ini mengganti landasannya dengan berpegang teguh pada Islam. Islam akan memecahkan masalah karena sumbernya adalah Yang Mahatahu, Allah SWT.


Sabila Islamina Asy-syahidah - Mahasiswi Pendidikan Kimia UPI
dimuat @ detik.com
http://news.detik.com/read/2012/09/13/080615/2016717/471/eksploitasi-politik-terhadap-kasus-sampang

Minggu, 25 November 2012

0 Hijrah dari Jahiliyah Menuju Peradaban Gemilang

Baru beberapa hari kemarin kita telah memasuki tahun 1434 H, banyak umat Muslim yang merayakan datangnya tahun baru Islam ini. Tentu saja seharusnya tidak sekedar rutinitas diperingati setiap tahunnya.

Tapi kita juga harus tahu apa maksud Ummar bin Khaththab memberikan keputusan bahwa awal dari penanggalan tahun hijriyah ini adalah pada saat Rasulullah dan kaum Muslim hijrah ke Madinah.

Pada saat Rasulullah dan kaum Muslim hijrah ke Madinah, disitulah awal berdirinya Daulah Islam dan terbentuknya masyarakat Islam di Madinah.

Dari peristiwa ini, sudah sepatutnya kita renungkan dan refleksikan ke tatanan riil saat ini.

Keadaaan masyarakat modern saat ini dengan masyarakat pra hijrah itu memiliki kemiripan yaitu sama-sama jahiliyah, lebih tepatnya yaitu jahiliyah modern karena hanya bedanya pada masyarakat saat ini sudah maju dalam hal teknologi yang modern.

Mengapa bisa disebut jahiliyah modern? Karena salah satu ciri masyarakat jahiliyah dahulu itu adalah kehidupannya diatur dengan aturan dan sistem jahiliyah yaitu aturan dan sistem buatan manusia.

Pada masyarakat Quraisy, aturan dan sistem kemasyarakatan dibuat oleh para pemuka kabilah. Hal itu mereka rumuskan melaluli pertemuan para pembesar dan tetua kabilah di Dar an-Nadwah.

Kondisi yang sama persis juga berlangsung pada saat ini. Kehidupan diatur dengan aturan dan sistem buatan manusia, yang dibuat oleh para wakil rakyat yang berkumpul di gedung parlemen.

Akibat dari diterapkannya atau diaturnya kehidupan dengan aturan dan sistem buatan manusia akan membawa kita kepada kesengsaraan.

Masalah demi masalah kian hari semakin banyak dan tidak juga kunjung usai. Semuanya bisa kita rasakan sendiri di kehidupan saat ini. Oleh karena itu, saatnya kita hijrah dari sistem yang rusak kepada sistem dan aturan yang di ridhoi oleh Allah yaitu Islam.

Allah telah menciptakan manusia beserta seperangkat aturan-aturan untuk kehidupannya di dunia. Mengapa kita masih memakai aturan buatan manusia?

Seharusnya kita buang sistem jahiliyah modern saat ini dan menerapkan syariah Islam dalam bingkai Khilafah Islamiyah.


Nur Rahmi Fadhillah - Mahasiswi Pendidikan Agama Islam UPI

dimuat @detik.com
http://news.detik.com/read/2012/11/23/100512/2099094/471/hijrah-dari-jahiliyah-menuju-peradaban-gemilang

0 Refleksi Hari Pahlawan bagi Pemuda

UNTUK mengenang pertempuran Surabaya, 10 november diperingati sebagai hari Pahlawan di Indonesia. Pertempuran Surabaya merupakan peristiwa sejarah, perang antara pihak tentara Indonesia dan pasukan Belanda di Kota Surabaya, Jawa Timur. Pertempuran ini adalah perang pertama pasukan Indonesia dengan pasukan asing setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, dan satu pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi simbol atas perlawanan Indonesia terhadap penjajahan.

Berbicara soal penjajahan, sudahkah saat ini kita benar-benar merdeka dari penjajahan? Menurut KBBI merdeka adalah bebas (dari perhambaan, penjajahan, dan sebagainya), berdiri sendiri, tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu. Melihat dari definisi tersebut, dengan terpaksa kita harus mengatakan Indonesia belum merdeka. Mengapa?

Jika kita berkaca kebelakang, dulu negeri ini dijajah secara fisik oleh beberapa negara asing, yakni Belanda, Inggris, Portugis, dan Jepang). Sumber daya alam dikuasai penjajah, rakyat disiksa, dipaksa bekeja tanpa upah, dan tidak mendapatkan hak untuk berpendidikan.

Kondisi tersebut tidak jauh berbeda dengan saat ini, jika dilihat dari segi politik-pemerintahan masih disetir oleh dan untuk kepentingan asing. Buktinya, dalam bentuk kerjasama antara pihak asing dan pemerintah saat ini, pihak asing mampu menguasai Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia, bahkan SDA kita didominasi oleh pihak asing. Dari aspek sosial budaya sangat nampak jelas penjajahannya, mulai dari propaganda media massa tentang gaya hidup Barat, bahkan pemikiran-pemikiran Barat  yang jelas-jelas rusak justru berjamuran di Indonesia, seperti demokrasi, kapitalisme, HAM, pluralisme, dan liberalisme. Ini adalah cara yang sangat lembut, penjajahan bukan dengan fisik, tapi dengan pemikiran.

Penjajah saat ini menggunakan kapitalisme-sekuler sebagai alat penajajahan, dengan demikian untuk membebaskan diri dari penjajahan harus melepaskan diri dari sistem kapitalisme-sekuler. Oleh karena itu, sebagai pemuda Muslim, sudah saatnya kita menjadi prionir dalam perjuangan melawan “penjajahan” dengan cara ikut berjuang dalam perubahan sistem yang bercokol saat ini.

Mari kita campakkan sistem kapitalis-sekuler, ganti dengan sistem baru yang mampu memerdekakan kita semua. Tidak lain dan tidak bukan adalah sistem Islam dalam bingkai Daulah Khilafah. Saatnya pemuda mengambil peran dengan berjuang bersama-sama untuk mengganti sistem kapitalisme dan  menerapkan Islam.

Sahreva Kurniati

Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Jepang
Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni
Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung
 

Selasa, 30 Oktober 2012

0 ENYAHKAN NARKOBA DENGAN SISTEM ISLAM



Sungguh mustahil mewujudkan masyarakat yang bersih dari narkoba jika hukum yang digunakan saat ini masih hukum buatan manusia yakni demokrasi dengan akidah sekulerisme. Hukum bisa dengan mudah diperjualbelikan bahkan diubah sesuai dengan kepentingan pihak-pihak tertentu. Hanya dengan penerapan syariat Islam yang kaffah dalam bingkai Khilafah masyarakat yang bersih dari kemaksiatan mampu diwujudkan.
Kian maraknya penyalahgunaan Narkoba tidak lain dan tidak bukan akibat akidah sekulerisme yang kini menjadi landasan kehidupan dalam bermasyarakat. Sekulerisme meniscayakan adanya pemisahan agama dari kehidupan. Gaya hidup hedonis dan permisif (serba boleh) pun semakin menjamur akibatnya. My body my right. Prinsip hidupnya bukan lagi halal haram melainkan “uang saya sendiri, badan saya sendiri, maka terserah saya donk”. Akhirnya miras, narkoba, perzinaan, free sex, pelacuran, dsb menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sebagian masyarakat di negeri ini.
Sistem hukum yang diharapkan mampu memberantasnya nyata-nyata tumpul. Pertengahan bulan ini, presiden Yudhoyono mengabulkan permohonan grasi bagi terpidana mati kasus narkoba Deni Setia Maharwan alias Rafi dan Merika Pranola alias Ola alias Tania dan mengubah hukuman keduanya menjadi penjara seumur hidup. Sebelumnya, kebijakan yang sama diperuntukkan bagi Schapelle Leigh Corby, seorang warga negara Australia yang tertangkap tangan membawa narkoba masuk ke Bali dan kemudian terkena sanksi penjara selama 20 tahun. Corby mendapatkan grasi berupa pengurangan hukuman 5 tahun.
Kebijakan tersebut seolah memberikan kesan bahwa pemimpin kita mentoleransi berkembangnya “pasar narkoba” di tanah air, sekaligus seolah melupakan reaksi dan kritikan pedas dari berbagai elemen masyarakat atas pemberian grasi terhadap pengedar Narkoba. Ironis.
Inikah keadilan?
Sanksi hukum yang diberlakukan bagi para pengedar narkoba sungguhlah lunak. Vonis mati yang diharapkan bisa menimbulkan efek jera justru dibatalkan oleh MA dan grasi presiden. Bandar dan pengedar narkoba mendapat peluang pengurangan masa tahanan. Bahkan lebih parah lagi, mereka tetap dapat mengontrol penyebaran narkoba dari dalam penjara. Tak heran jika kita dapati pula bahwa para aparat penegak hukumnya pun terjerat narkoba.
Dengan dalih kemanusiaan, hakim MA membatalkan vonis mati dua gembong narkoba. Hal ini karena dianggap bertentangan dengan hak hidup yang dijamin oleh UUD 1945 Pasal 28 dan melanggar HAM. Sejumlah LSM yang menolak vonis hukuman mati beralasan bahwa vonis hukuman mati terbukti tidak menyurutkan angka kejahatan narkoba.
Anggapan bahwa vonis mati tidak memberikan efek jera jelas tidak didukung bukti. Fakta yang ada menunjukkan bahwa dari sekian vonis hukuman mati yang sudah dijatuhkan belum ada yang dieksekusi. Saat ini masih ada 50 terpidana mati kasus narkoba yang belum dilaksanakan. Disamping kalaupun dilaksanakan, masyarakat tidak pernah mengetahuinya. Wajar saja efek jeranya belum terasa, sebab memang belum dilaksanakan.
Enyahkan Narkoba dengan Sistem Islam!
            Ketika syariat Islam diterapkan, maka peluang penyalahgunaan hukum akan tertutup. Landasan akidah Islam mewajibkan Negara membina ketakwaan warganya. Ketakwaan yang terwujud akan mencegah seseorang terjerumus dalam kejahatan narkoba. Setiap individu akan menyadari benar bahwa ada hari akhir dimana setiap amal perbuatan dimintai pertanggungjawabkan. Kehidupan bernegara dilandasi dengan suasana keimanan yang kental bukan seperti saat ini.
            Alasan ekonomi yang menjadi salah satu penyebab seseorang terjerat narkoba pun bisa dienyahkan, karena sistem ekonomi Islam yang diterapkan dalam sistem pemerintahan Islam meniscayakan kesejahteraan bagi seluruh rakyat baik dia seorang Muslim ataupun non-Muslim. Semua pemenuhan kebutuhan pokok setiap rakyat (papan, pangan, dan sandang) juga kebutuhan dasar masyarakat (pendidikan, layanan kesehatan, dan keamanan) akan dijamin oleh Negara. Hal ini dapat diwujudkan dengan memanfaatkan dan mengelola seluruh sumber daya alam sesuai syariat Islam yakni diwajibkan pengelolaannya oleh Negara dan bukan diserahkan pada pihak swasta asing seperti saat ini.
            Secara hukum, dalam syariah Islam, narkoba adalah haram sebagaimana yang diriwayatkan dari Ummu Salamah ra: “Rasulullah saw. melarang setiap zat yang memabukkan dan menenangkan”. (HR. Abu Daud dan Ahmad).
Sebagai zat haram, siapa saja yang mengkonsumsi, mengedarkan dan memproduksinya berarti telah melakukan jarîmah (tindakan kriminal) yang termasuk sanksi ta’zir. Pelakunya layak dijatuhi sanksi dimana bentuk, jenis dan kadar sanksinya diserahkan kepada ijtihad Khalifah atau Qadhi, bisa sanksi diekspos, penjara, denda, jilid bahkan sampai hukuman mati dengan melihat tingkat kejahatan dan bahayanya bagi masyarakat.
Terhadap pengguna narkoba yang baru sekali, selain harus diobati/ direhabilitasi oleh Negara secara gratis, cukup dijatuhi sanksi ringan saja. Jika berulang-ulang tertangkap menggunakan narkoba sanksinya bisa lebih berat. Terhadap pengedar tentu tak layak dijatuhi sanksi hukum yang ringan atau bahkan diberi keringanan. Sebab selain melakukan kejahatan narkoba mereka juga membahayakan masyarakat. Gembong narkoba (produsen atau pengedar besar) layak dijatuhi hukuman berat bahkan sampai hukuman mati.
Jika vonis telah dijatuhkan, maka harus segera dilaksanakan dan tidak boleh dikurangi atau bahkan dibatalkan. Syaikh Abdurrahman al-Maliki di dalam Nizhâm al-‘Uqûbât (hal. 110, Darul Ummah, cet. li. 1990) “adapun untuk ta’zir dan mukhalafat, vonis Qadhi itu jika telah ditetapkan, maka telah mengikat seluruh kaum Muslim, karena itu tidak boleh dibatalkan, dihapus, dirubah, diringankan atau yang lain, selama vonis itu masih berada dalam koridor syariah. Sebab hukum itu ketika sudah ditetapkan oleh Qadhi, maka tidak bisa dibatalkan sama sekali”.
Pelaksanaan hukuman yang dijatuhkan itu harus dilakukan secepatnya, tanpa jeda waktu lama setelah dijatuhkan vonis. Pelaksanaannya hendaknya diketahui dan disaksikan oleh masyarakat seperti dalam had zina sesuai yang terdapat dalam QS. An-Nur ayat 2. Sehingga masyarakat paham bahwa itu adalah sanksi atas kejahatan tersebut dan merasa ngeri. Dengan begitu setiap orang akan berpikir ribuan kali untuk melakukan kejahatan serupa. Wallâhu a’lam. (Anita Qurrota a'yun Al-Anbiyaa)

0 Harapan Kosong Pemberantasan Korupsi

 Setelah ditunggu-tunggu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya tegas untuk menyerahkan penanganan kasus hukum dugaan korupsi simulator mengemudi di Korps Lalu Lintas Polri kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (Kompas, 9/10). Keputusan presiden tersebut diharapkan akan memberikan angin segar bagi penanganan dan penuntasan kasus korupsi di Negeri ini, mulai dari kelas teri hingga kelas kakap. Hanya saja, nampaknya masyarakat harus bersiap memiliki harapan kosong, karena harapan “Indonesia bebas korupsi” akan sulit bahkan mustahil terwujud jika sistem nya belum dirubah. Karena kasus korupsi di negeri ini, tidak hanya dilakukan by person tapi juga by system.

 Sistem politik demokrasi yang mahal menjadi salah satu sumber korupsi terbesar. Di dalam demokrasi butuh biaya besar untuk menjadi politisi, kepala daerah apalagi presiden. Dalam kampanye tak jarang  harus bermodalkan  uang puluhan juta bahkan miliaran. Untuk balik modal, sudah menjadi rahasia umum, cara-cara legal tapi curang pun dilakukan. Korupsi sangat berakar, sementara sistem pengadilan begitu lemah. Sering terjadi ketidakpaduan antar lembaga dan aparat. Ketegangan KPK Vs Polri jilid II adalah bukti paling akhir. Sehingga, pemberantasan korupsi dalam era kapitalis-demokrasi adalah suatu hal yang mendekati utopia.

Harapan bebas korupsi hanya bisa dilakukan jika pemberantasan korupsi dilakukan dengan sistem dari  Sang Pencipta, yaitu Syariah Islam. Alasannya: dasar akidah islam melahirkan kesadaran bahwa ia senantiasa diawasi oleh Allah dan melahirkan ketakwaan pada diri politisi,pejabat,aparat,pegawai dan masyarakat. Sistem politik islam termasuk dalam pemilihan pejabat dan kepala daerah tidak mahal, tidak akan akan muncul persekongkolan untuk mengembalikan modal dan keuntungan kepada pihak tertentu. Struktur dalam sistem islam semuanya berada dalam satu kepemimpinanan khalifah, sehingga ketidakpaduan antar instasi dan lembaga bisa diminimalisir.

Mari kita tengok masa Khalifah Umar bin Khathab ra, yang mengeluarkan kebijakan untuk mencatat harta pejabat dan pegawai pemerintahan. Jika ada kelebihan yang tak wajar, yang bersangkutan wajib membuktikan hartanya diperoleh secara legal. Jumlah yang tidak bisa dibuktikan, bisa disita seluruhnya atau sebagian dan dimasukkan ke kas baitul mal. Sanksi bagi pelaku pun memberikan efek cegah dan jera.

Sungguh umat muslim sangat merindukan saat ketika islam diterapkan secara sempurna, karena pemberantasan korupsi dalam sistem saat ini hanyalah harapan kosong dan hanya akan menjadi mimpi. Mimpi itu bisa diwujudkan hanya dengan penerapan syariah secara total dan menyeluruh dalam bingkai Khilafah ‘ala minhaj an-Nubuwwah.

Wallah a’lam bi ash-shawab.


Sahreva Kurniati

Pend.B.jepang Universitas Pendidikan Indonesia

085722924113

Minggu, 28 Oktober 2012

0 Revitalisasi Pemuda untuk Masa Depan Lebih Baik

Revitalisasi, mungkin itu adalah salah satu istilah yang tepat untuk pemuda saat ini. Jika merunut pada pengertian KBBI yang dimaksud dengan revitalisasi adalah berarti proses, cara, dan perbuatan menghidupkan kembali suatu hal yang sebelumnya kurang terberdaya.

Atau pengertian secara umum adalah usaha-usaha untuk menjadikan sesuatu itu menjadi penting dan perlu sekali. Jadi apa kaitannya dengan pemuda kalau demikian?

Tentu sangat erat kaitannya antara revitalisasi dengan pemuda, karena fakta bagaimana kacaunya generasi saat ini tidak bisa kita pungkiri lagi.

Paradigma berfikir dan cara hidup yang sudah bergeser akibat sistem kapitalisme yang berlandaskan pada sekuler, individualis, hedonis dan materialistis mencengkram pemuda saat ini sehingga mengakibatkan mandulnya peran generasi muda yang semestinya menjadi aset bangsa.

Tawuran, pergaulan bebas, narkoba, apatis sosial dan berbagai fenomena miris lainnya telah menjadi pemandangan biasa di kalangan pemuda dengan budaya permissive-nya yang serba boleh, serba tidak masalah, dan serba tidak apa-apa.

Jadi, jangan terlalu heran kalau bangsa ini tidak bangkit, karena aset bangsanya sendiri masih terlena dengan kubangan keterpurukan, masih sibuk berkutat dalam urusan yang galau saja, masih merasa baik-baik saja ditengah kengerian yang terjadi di sekitarnya.

Bukankah nasib masa depan suatu bangsa ada di tangan para pemudanya. Semangat pemuda yang dulu ketika dalam masa penjajahan rupanya tidak tertular pada pemuda saat ini, padahal kita sedang berada dalam kondisi yang sama-sama terjajah, bedanya hanya metode penjajahannya saja.

Kalau dulu kita dijajah secara fisik, sekarang kita dijajah secara pemikiran dan mental yang memiliki efek bahaya laten dan tersembunyi dibandingkan penjajahan fisik. Sadar atau tidak sadar, terima atau tidak terima, itulah fakta yang terjadi saat ini.

Bagaimana bisa kita membangun peradaban yang cemerlang bila fondasi awal yakni pemudanya saja sudah rusak? Bukankah itu sama saja seperti merencanakan kegagalan? Tentu bukan itu yang diharapkan.

Oleh karena itu, perlu adanya suatu formula untuk merevitalisasi para pemuda untuk mau bangkit dan memberikan kontribusinya untuk kehidupannya sendiri dan kehidupan umat. Karena pemuda merupakan generasi penerus dan pengganti dari generasi yang ada saat ini.

Formula itu adalah dengan mencabut tatanan dan cara berfikir pemuda saat ini dengan pemikiran Islam. Sistem kapitalisme yang telah sekian lama bergulir nyatanya tak mampu mengobati bangsa dan umat yang sedang sakit ini, malah semakin memperparah keadaan layaknya parasit yang sulit dienyahkan.

Hanya dengan pemikiran dan pergerakan menuju arus Islam lah yang akan menyelematkan umat sebagaimana sejarah pernah menorehkan ketahanan sistem Islam dalam bingkai Khilafah yang berdiri 1400 tahun lamanya.

Dan telah melahirkan peradaban cemerlang dengan menjamurnya para ulama dan cendekiawan dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, yang telah melindungi kaum Yahudi lebih dari 500 tahun lamanya, yang telah mewariskan pemuda-pem uda berkharisma yang banyak berkarya untuk umatnya.

Tidak kah kita merasa lelah dalam oase keterpurukan seperti ini? Tidak rindu kah kita untuk kembali meraih masa depan yang lebih baik dan lebih beradab?

Jika kita rindu akan pengulangan sejarah yang gemilang itu, tentunya tidak ada pilihan lain selain bangkit. Dan jejak kebangkitan itu ada dalam langkah perjuangan pemuda! Oleh karena itu, revitalisasi pemuda ini adalah agenda mendesak!


Sheila Nurazizah
Jl Papyrus Garen, Bandung
sheila_0707939@yahoo.com
08997727389
( Tulisan ini dimuat dalam rubrik Opini di Detiknews.com)

Minggu, 21 Oktober 2012

0 Makna Besar Dibalik Idul Adha

Bandung Setiap tahunnya umat Islam merayakan hari raya qurban atau Idul Fitri dan sebentar lagi pada tahun ini umat Islam akan merayakannya. Tetapi pada faktanya umat Islam tidak begitu memahami makna besar yang terkandung dalam Idul Adha sehingga perayaannya pun hanya berupa rutinitas saja.

Jika kita memahami lebih dalam tentang makna yang terkandung pada hari raya Idul Adha yaitu tentang ketaatan, pengorbanan dan persatuan umat Islam. Tentunya dari makna tersebut kita dapat mengambil banyak pelajaran yang dapat kita contoh untuk mengarungi kehidupan menjadi baik.

Ketaatan dan pengorbanan. Ketaatan dalam konteks ini senantiasa menanti semua perintah Allah SWT, meskipun untuk itu kita mesti mengorbankan sesuatu yang paling kita cintai. Dan juga tentang Pengorbanan dalam artian sikap mengorbankan apa saja yang kita miliki dan cintai sebagai bukti ketaatan kita kepada Allah SWT.

Kisah inspiratif terkait ketaatan total dan pengorbanan sepenuhnya dalam melaksanakan perintah Allah Swt. Salah satu kisah paling menarik adalah kisah ketaatan dan pengorbanan Nabi Ibrahim As dan Nabi Ismail As. Nabi Ibrahim a.s. mendapat mimpi bahwa ia harus menyembelih Ismail puteranya.

Barangkali ada diantara kita yang mengangggap kisah di atas memang luar biasa tapi tetap saja berat untuk ditiru dikarenakan lakon kisah tersebut adalah seorang nabi Realitanya tidak murni demikian.

Mungkin iya berat bagi kita untuk meniru mentalitas Nabi Ibrahim As yang dengan teguh menjalankan perintah Tuhannya, akan tetapi sangat besar peluang bagi kita untuk meniru dan menco ntoh mentalitas Ismail muda, yang ketika itu belum diangkat menjadi nabi, dalam hal ketaatan kepada perintah Allah Swt.

Hal ini bisa kita aplikasikan ketika mengorbankan waktu untuk mengkaji Islam dan berdakwah walaupun disela-sela waktu kesibukan.

Persatuan Umat islam. Di antara pelajaran terpenting dari ibadah haji ini adalah pesan persatuan umat. Pesan ini tampak jelas sekali.

Jamaah haji akan dapat menyaksikan berkumpulnya umat Islam dari seluruh pelosok dunia untuk melakukan ibadah yang sama, zikir yang sama, di tempat yang sama dan dengan busana ihram yang sama tanpa mempedulikan lagi batasan negara bangsa (nation state), perbedaan suku, warna kulit dan bangsa.

Berkumpulnya jamaah haji dengan sesama muslim dari seluruh pelosok dunia akan menyadarkan mereka, bahwa yang mempersatukan umat Islam hanya satu faktor saja, tidak lebih, yaitu agama Allah (Islam).

Tak ada faktor pemersatu lainnya apakah itu suku, warna kulit, bangsa ataupun negara bangsa (nation state). Persatuan umat Islam dan karakter umat yang satu itulah yang menjadi dasar dari adanya negara yang satu yaitu satu negara Khilafah untuk umat Islam di seluruh dunia.

Untuk itu sebagai muslim sudah saatnya kita memahami makna besar dibalik perayaan Idul Adha dan tidak menjadikannya sebagai rutinitas semata.

*Penulis adalah Mahasiswi Jurusan Pendidikan Fisika Universitas Pendidikan Indonesia


Mei Indah Sari
Jl Geger Suni, Bandung
moy_physic@yahoo.com
085720857762

Lihat Asli di Detiknews.com

0 Tawuran: Tradisi Lama Favorit Remaja

Bandung Pendidikan merupakan gerbang untuk mencerdaskan rakyat yang akan berpengaruh pada maju tidaknya suatu bangsa. Namun ternyata, saat ini dunia pendidikan di manapun dipenuhi dengan berbagai tumpukan masalah.

Masalah yang paling nyaring gaungnya di bangsa kita adalah persoalan tawuran antar pelajar yang tahun demi tahun terus menghiasi layar pendidikan kita.

Berita terbaru datang dari tawuran antara siswa Sekolah Menengah Atas Negeri 6 dan SMAN 70 di bundaran Bulungan, Jakarta Selatan, Senin, 24 September 2012, yang menyebabkan seorang siswa SMA 6 tewas. (detik.com/25/9/2012)

Pandangan bahwa masa remaja merupakan masa yang labil, penuh dengan gejolak emosi dan mencari identitas diri sehingga banyak disalurkan dengan berbagai cara yang terkadang menyimpang, tidak bisa menjadi pelegalan atas perilaku remaja tersebut.

Berulangnya kejadian tawuran yang sama dan semakin marak di berbagai daerah mengindikasikan bahwa ada yang salah dengan dunia pendidikan kita serta lemahnya efek jera yang ditimbulkan oleh sanksi atau hukum yang diberlakukan.

Penyebab semua ini berawal dari landasan pendidikan kita yang tidak menjadikan Islam sebagai asasnya. Saat ini pendidikan lebih berorientasi pada manfaat materi dengan tujuan sekolah untuk bekerja.

Maka wajar jika output pendidikan saat ini melahirkan generasi yang jauh dari Islam. Padahal sesungguhnya Islam pun memiliki sistem pendidikan yang sempurna karena berasal dari Sang Pencipta, yang tujuannya adalah membentuk generasi berkepribadian Islam.

Iri rasanya kalau kita menilik sejarah ke belakang, ketika Islam masih dijadikan sistem kehidupan oleh pemerintah dan rakyatnya.

Imam Syafi'i yang sedari kecil sudah menjadi hafidz Quran dan diakui keilmuannya, Muhammad Al-Fatih yang menaklukan Konstantinopel ketika masih berumur 23 tahun, Salman Al Farisi, Mushab Bin Umair adalah segelintir orang yang banyak berkontribusi untuk agama, umat, dan negara pada masanya ketika mereka masih muda.

Akan sulit sekali kita dapati pemuda luar biasa seperti contoh diatas pada masa sekarang ini, ketika Islam masih menjadi pajangan, ketika budaya permissive masih dijadikan kebiasaan, dan ketika 'atas nama kebebasan' masih dijadikan landasan.

Hanya dengan penerapan syariat Islam secara total dalam bingkai Khilafah lah yang akan mampu melahirkan generasi pemuda yang berkualitas yang dicintai oleh umat dan agamanya dengan karya-karya emasnya sebagaimana sejarah masa dulu menorehkannya.

*Penulis adalah Mahasiswa Pendidikan Manajemen Bisnis Universitas Pendidikan Indonesia


Sheila Nurazizah
Jl Papyrus Garden, Bandung
sheila_0707939@yahoo.com
08997727389

Lihat di (detiknews.com)

0 Wacana Sertifikasi Ulama Menyesatkan!

Jakarta Seiring dengan maraknya kembali isu terorisme di media massa, wacana sertifikasi ulama dan ustadz pun di gulirkan oleh BNPT yakni oleh Irfan Idris yang merupakan Direktur Deradikalisasi BNPT.

Sontak saja wacana ini menuai penolakan dari berbagai pihak, dari MUI (Majlis Ulama Indonesia), FUUI (Forum Ulama Umat Indonesia), ketua PBNU, bahkan Komnas HAM. Namun, Ketua BNPT Ansyad Mbai membantah adanya wacana sertifikasi ulama.

Padahal, tidak mungkin ada asap kalau tidak ada api, dalam artian tidak mungkin ada penolakan keras dari berbagai pihak kalau tidak ada pemicunya.

Berbicara mengenai terorisme, saat ini yang menjadi tertuduh adalah ajaran Islam. Ulama, ormas, pesantren bahkan rohis sekolah atau kampus dituduh turut menyuburkan radikalisme yang berujung pada tindakan anarkis dan terorisme.

Padahal, banyak bukti yang memperlihatkan bahwa tindakan anarkis atau aksi teror dilakukan oleh pengikut agama lain semisal RSM (Republik Maluku Selatan) yang terdoktrin ajaran Kristen juga kerap melakukan kekerasan, khususnya terhadap umat Islam yang terjadi di Maluku.

Selain itu, tindakan anarkis juga tidak jarang dipicu oleh sistem dan proses politik yang ada.

Contohnya saja aksi pembakaran kantor Dispenda, DPRD dan beberapa mobil dinas di daerah Arreke' Buton Utara, Sulawesi Tenggara yang terjadi karena kekecewaan yang terjadi atas kekalahan salah satu calon Bupati.

Sertifikasi ulama yang diwacanakan oleh BNPT jelas mencederai umat Islam. Ulama yang dikatakan sebagai penerus para nabi, sebagai penyeru yang benar dan penolak sesuatu yang salah harus mendapatkan sertifikat dahulu dari pemerintah sebelum mereka menyeru umat.
Padahal, dakwah kepada yang benar dan mencegah kepada yang munkar, serta menyerukan kewajiban pelaksanaan syariat Islam dan penegakkan khilafah itu adalah kewajiban, dakwah kepada siapa pun baik teman sebaya, orang yang lebih muda, orang yang lebih tua, bahkan mengoreksi penguasa yang dzalim.

Kemunculan wacana sertifikasi ulama ini merupakan bukti bahwa sikap ketakutan terhadap ajaran Islam masih bersemayam bahkan dibenak-benak kaum Muslim sekalipun.

Saat ini, keberpihakkan dan pembelaan kepada agama Allah menjadi sebuah keharusan bagi setiap insan yang mengaku beriman kepada Allah dan Rosulnya, ditengah-tengah opini yang menyeruak baik penghinaan dan fitnah kepada Islam dan Kaum Muslim, baik di dalam maupun di luar Negeri, semoga Allah melaknat penyebar fitnah dan keresahan dalam agama ini.

*Penulis adalah Ketua Departemen Dana Usaha Kajian Islam Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia


Siti Khozanatu Rohmah
khozanah.oo45@gmail.com
085723131691

Lihat Asli

0 Menyoal RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG)


Oleh: Shintia Rizki Nursayyidah - dimuat di Inilah Koran

            Saat ini pembahasan mengenai RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) sedang hangat dibicarakan di DPR. Sejak awal kemunculannya, RUU KKG ini telah menuai pro-kontra. Namun, hadirnya RUU KKG ini lebih banyak yang menentang dan menolak, karena dinilai berbahaya dan merusak masyarakat.
Sebagai anggota masyarakat, tentu kita harus kritis dengan kebijakan-kebijakan yang akan ditetapkan pemerintah. Pasalnya, setiap kebijakan tentu akan menentukan nasib masyarakat. Termasuk ide KKG yang akhir-akhir ini gencar didengung-dengungkan. Jika kita menilik naskah draf RUU KKG/Timja/24/Agustus/2011, maka akan kita temui berbagai konsep mendasar yang cenderung seksis, yakni hanya mengutamakan salah satu jenis kelamin saja. Yang dikedepankan adalah isu ketertindasan kaum perempuan.
Dalam perspektif gender, penindasan atas perempuan dipengaruhi oleh sudut pandang patriarki dalam aturan dan hukum. Maka aturan dan hukum harus dibuat dengan sudut pandang perempuan agar terealisasi KKG. Keterlibatan perempuan menjadi keharusan sekaligus ukurannya. Jika partisipasi perempuan itu sama dengan laki-laki barulah dianggap benar-benar setara dan adil. Maka, dalam rumusan naskah draf RUU KKG tersebut sangat kental dengan ideologi feminisme yang tidak ada hubungannya dengan pembangunan bangsa Indonesia yang bermartabat. Bahkan sebagiannya hanyalah terjemahan dari Convention on the Elimination of all forms of Discrimination Against Women (CEDAW). Misalnya tentang definisi diskriminasi terhadap perempuan.
Dalam Bab I pasal 1 ayat 4 Draft RUU KKG menyebutkan: “Diskriminasi adalah segala bentuk pembedaan, pengucilan, atau pembatasan, dan segala bentuk kekerasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin tertentu, yang mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau menghapuskan pengakuan, penikmatan manfaat atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil atau bidang lainnya terlepas dari status perkawinan, atas dasar persamaan antara perempuan dan laki-laki.”
Definisi ini tidak jauh berbeda dengan part I article I CEDAW yang berbunyi: “…discrimination against women shall mean any distinction, exclusion or restriction made on the basis of sex which has the effect or purpose of impairing or nullifying the recognition, enjoyment or exercise by women, irrespective of their marital status, on a basis of equality of men and women, of human rights and fundamental freedoms in the political, economic, social, cultural, civil or any other field.”
Definisi di atas, jelas menunjukkan bahwa RUU KKG ini hanyalah perpanjangan dari proyek barat dalam rangka imperialisme. Dibalik ide KKG ini pun mengintai kerakusan nafsu bisnis yang notabene berpihak pada para kapital asing. Bernard Lewis dalam bukunya, The Middle East mengungkapkan, “Faktor utama dalam emansipasi perempuan adalah ekonomi…. Kebutuhan tenaga kerja perempuan.” Nicholas Rockefeller –seorang penasihat RAND- menyatakan tujuan kesetaraan gender adalah untuk mengumpulkan pajak dari publik 50% lebih untuk mendukung kepentingan bisnis.
Maka patut kita pertanyakan, adanya RUU KKG ini sebenarnya untuk kepentingan siapa? apakah selama ini di Indonesia secara umum telah berlangsung pemasungan dan perampasan hak-hak perempuan di segala bidang kehidupan sehingga RUU ini sangat mendesak untuk disahkan? Apakah perempuan menginginkannya? Dan apakah perempuan juga harus menginginkannya? Ataukah hal ini karena sebagai konsekuensi logis dari keikutsertaan Indonesia menandatangani konvensi CEDAW pada tahun 1980, sehingga tidak diperlukan kontekstualisasi keindonesiaan dalam mengimplementasikan butir-butir yang termaktub dalam CEDAW?
Padahal secara kontekstual, aturan yang terdapat dalam naskah RUU KKG ini tidak cocok jika diterapkan di Indonesia. Tentu telah kita ketahui bersama bahwa Indonesia adalah negara yang sebagian besar penduduknya beragama Islam. Sebagai umat Islam, tentu kita memiliki hak untuk mengamalkan aturan sesuai dengan agama yang kita anut. Namun dalam naskah RUU KKG pasal 67 RUU KKG menyebutkan: “Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang memiliki unsur pembedaan, pembatasan, dan/atau pengucilan atas dasar jenis kelamin tertentu.”
Lalu, Pasal 70 RUU KKG  merumuskan adanya hukuman pidana bagi pelanggar UU KKG: “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang memiliki unsur pembedaan, pembatasan, dan/atau pengucilan atas dasar jenis kelamin tertentu sebagaimana dimaksud dalam pasal 67, dipidana dengan pidana penjara paling lama …. (….) tahun dan pidana denda paling banyak Rp … (….).”
Melalui pasal 67 dan 70 RUU KKG tersebut, tentu hal ini akan menimbulkan masalah. Orang Islam yang taat pada syariah, –misalnya- melarang perempuan menjadi khatib jumat; membatasi wali dan saksi nikah hanya untuk kaum laki-laki; melarang anak perempuannya menikah dengan laki-laki non-Muslim; membeda-bedakan pembagian waris untuk anak laki-laki dan perempuan; membedakan jumlah kambing yang disembelih untuk aqiqah anak laki-laki dan perempuan. Hal ini jelas dianggap tidak sejalan dengan ide gender dan KKG yang diusung RUU ini, sehingga masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam, tentu nantinya akan berbondong-bondong masuk penjara.
Oleh karena itu, kita berharap, para para anggota dewan yang terhormat -apalagi yang Muslim- tidak akan mengesahkan segala bentuk Undang-undang yang tidak adil dan menyengsarakan rakyat.

*Penulis adalah aktivis dan pemerhati masalah perempuan
 

Forum Opiniku :) Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates