Kamis, 22 Maret 2012

0 Kabinet Akankah Pro Rakyat?



Kabinet Indonesia Bersatu jilid II sudah terbentuk. Setelah melalui pentas audisi calon menteri akhirnya terpilih beberapa wajah baru seperti Endang Rahayu Setianingsih (Menteri Kesehatan), Tifatul Sembiring (Menteri Infokom), dan lain-lain.

Selain itu masih ada wajah-wajah lama seperti Sri Mulyani (Menteri keuangan), Marie Elka Pangestu (Menteri Perdagangan), Purnomo Yusgiantoro (Menteri Pertahanan). Ada juga wajah lama namun menempati posisi yang berbeda salah satunya Hatta Rajasa (Menko
Perekonomian).

Sebagian pihak menilai susunan kabinet baru ini sudah tepat karena telah mencerminkan keterwakilan kelompok politik yang disandingkan dengan pelibatan orang-orang profesional. Masyarakat pun mempunyai harapan kabinet baru lebih banyak dari kalangan profesional sebagai bentuk keinginan kuat masyarakat agar ada perubahan dalam kinerja pemerintah.

Masyarakat ingin ada perbaikan dari berbagai bidang. Seperti masalah kemiskinan, pengangguran, serta pendidikan. Namun, sepertinya masyarakat harus siap untuk kembali menelan kekecewaan akan harapan itu karena kabinet yang baru ini tetap kental dengan neoliberalisme.

Hal ini bisa terlihat dari komposisi kabinet yang masih diisi oleh orang-orang neolib dan bahkan menduduki posisi kunci. Jadi, bukan tanpa alasan kenapa mereka dipilih.

Selain itu juga, undang-undang dan kebijakan yang ada masih kental dengan aroma neoliberalisme. Seperti UU SDA, UU Minerba, UU penanaman Modal, UU Ketenagalistrikan, UU Migas, UU Sisdiknas, UU kesehatan, dan lain-lain.

Maka meski orang-orangnya banyak yang baru namun mereka hanya akan berjalan dalam kerangka sistem yang sudah dibentuk. Oleh karena itu selama ideologi kapitalisme neoliberalisme tetap dianut di negeri ini maka pergantian pemimpin dan kabinet tidak akan memberikan perubahan mendasar dalam kehidupan masyarakat.

Apakah kabinet pemerintahan saat ini akan pro kepada rakyat dan memperjuangkan kemaslahatan rakyat?

Oleh: Winda Yusmiati
Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Sunda'07 UPI

Dimuat @ http://news.detik.com/read/2009/11/03/183657/1234430/471/kabinet-akankah-pro-rakyat (Selasa, 03 Nopember 2009)

0 Quo Vadis Peradilan Hukum Indonesia



Wajah Indonesia lagi-lagi harus tertunduk malu dan kecewa karena realita yang terjadi menunjukkan betapa bobroknya peradilan di negeri yang kita cintai ini. Masyarakat luas telah mengikuti pemutaran rekaman sebagian dari episode kisruh "cicak vs buaya" yang disiarkan langsung oleh televisi selama kurang lebih 4,5 jam pada tanggal 3 November 2009.

Tidak ada lagi jaminan bagi rakyat untuk mempercayai aparat penegak hukum setelah berbagai kasus. Termasuk kasus kriminalisasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terusut di pengadilan ternyata hanyalah sandiwara belaka yang penuh dengan skenario kedzaliman.

Ya, tentu saja dzalim, karena banyak orang yang menelan pahit menjadi korban sandiwara peradilan yang tidak manusiawi. Sungguh ironis. Di tengah kondisi sekarang di mana banyak pihak yang mengagungkan dan menjunjung tinggi peradilan dan HAM hukum peradilan yang menjadi pilar penegaknya penuh dengan rekayasa politis.

Peradilan tidak lagi berazaskan kebenaran. Tapi, sudah menjadi milik mereka yang berkuasa yakni "mafia hukum". Korupsi dan penyuapan menjadi warna yang menyesakkan ruang dan dimensi negara kita yang sudah terpuruk.

Mau dijadikan apa lagi negara kita. Setelah banyak julukan yang menyakitkan menorehkan nama Indonesia menduduki peringkat paling tinggi sebagai negara yang banyak memiliki kasus korupsi. Bahkan koran Singapura, The Strait Time, sekali waktu pernah menjuluki Indonesia sebagai "the envelope country", karena segala hal bisa dibeli. Entah itu lisensi, tender, wartawan, hakim, jaksa, polisi, petugas pajak, atau yang lainnya.

Kasus korupsi yang ditangani KPK sejak Januari 2008 - Agustus 2009 didominasi oleh modus suap dengan latar belakang profesi swasta, anggota DPR/DPRD, dan pejabat lainnya. Menurut mantan Ketua Bappenas Kwik Kian Gie menyebutkan lebih dari Rp 300 triliun dana baik dari hasil penggelapan pajak maupun hasil kekayaan bumi menguap masuk ke kantong para tikus koruptor yang selalu mengerat uang rakyat.

Melihat semua fakta di atas dapat kita ketahui bahwa ada yang bermain di belakang layar dengan kekuatan yang besar yakni "mafioso peradilan" betul-betul telah mengakar dan meruntuhkan sistem peradilan di negeri ini. Ditinggalkannya sistem Islam yang paripurna telah berimbas pada bobroknya sistem di negeri ini termasuk sistem peradilan.

Dalam hal ini Islam memandang banyak hal yang telah menjadi akar masalah dari kebobrokan ini. Di antaranya: 1) sistem penggajian yang layak untuk mencukupi kebutuhan para petugas birokrasi; 2) larangan terhadap suap dan menerima hadiah; 3) perhitungan kekayaan pejabat; 4) teladan dari pemimpin; 5) sanksi yang tegas; 6) pengawasan masyarakat dengan peran yang efektif sebagai tiang penyangga lancarnya jalan penyelenggara Negara; 7) pengendalian diri dengan iman yang teguh.

Oleh karena itu apalagi yang kita tunggu selain bergerak memperjuangkan tegaknya Islam sebagai solusi dari berbagai permasalahan hidup ini. Wallu'alam bishawab.

Oleh: Sheila Nurazizah

Mahasiswa Jurusan Manajemen Bisnis'07 UPI








Dimuat @ http://news.detik.com/read/2009/11/19/090035/1244550/471/quo-vadis-peradilan-hukum-indonesia (Kamis, 19/11/2009)

0 Mengembalikan Peran Ulama



Berpeluangnya pasangan SBY - Boediyono menjadi pemenang menimbulkan dilema di tengah-tengah politik ulama dan tokoh Islam. Karena, pasangan yang didukung oleh ulama dan tokoh Islam itu menuai kekalahan. Hal ini diklaim sebagai bukti telah matinya Ideologi Islam dan 'politik aliran' (politik Islam). Betulkah demikian?

Terkait dengan kemenangan SBY - Boediyono, Komarudin Hidayat (Rektor UIN Syarif Hidayatullah), menyatakan, SBY menjadi pilihan mayoritas umat Islam karena faktor figurnya dan partai demokrat yang dinilainya 'friendly' dengan Islam.

Klaim di atas semakin diperkuat dengan adanya fakta bahwa dukungan dari tokoh dua ormas Islam terbesar (NU dan Muhammadiyah) di Indonesia kepada pasangan tertentu tidak sanggup mendorong jamaahnya untuk mendukung pilihan para tokohnya tersebut.

Hal ini terjadi karena hubungan kiayi/ ulama dengan umatnya yang terbangun selama ini hanya terbatas dalam tataran spiritual dan ritual belaka. Umat hanya menjadikan para kiyai/ ulama sebagai 'penasihat ritual' mereka dan rujukan dalam ibadah ritual dan tradisi keagamaan.

Begitu pun para kiayi/ ulama hanya memposisikan diri sebagai pemimpin spiritual dan ritual belaka. Sementara kepemimpinan politik dibiarkan diambil oleh para politikus.

Inilah buah dari sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan khususnya kehidupan politik). Padahal, Islam tidak pernah memisahkan antara urusan politik dan urusan agama. Sehingga, seorang ulama pun seharusnya kembali pada peranannya sebagai pewaris nabi (waratsatul anbiya'). Bukan sekedar menguasai khazanah pemikiran Islam. Baik yang menyangkut akidah maupun syariah.

Tapi, lebih dari itu harus berupaya menerapkan akidah dan syariah Islam secara total dalam seluruh aspek kehidupan (ekonomi, politik/ pemerintahan, pendidikan, sosial, hukum/ peradilan, politik luar negeri, dan lain-lain). Sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah dan para sahabat yang senantiasa berjuang menegakkan syariah Islam dalam institusi Negara.

Oleh: Ira Susilah
Mahasiswa Jurusan Pendidikan Luar Biasa'08 UPI



Dimuat @ http://news.detik.com/read/2009/07/30/093644/1174121/471/mengembalikan-peran-ulama (Kamis, 30/07/2009)

0 MERAIH KEMENANGAN HAKIKI

Meraih Kemenangan Hakiki

Belum genap sepuluh hari umat Islam merayakan Hari Raya Idul Fitri dengan penuh kebahagiaan. Dikatakan pula bahwa hari tersebut adalah hari kemenangan. Namun sungguhkah kita telah menjadi orang-orang yang menang?

Di tengah gegap gempitanya perayaan ini dengan sorak-sorai gema takbir, suka cita setelah berpuasa, dan letupan-letupan suara petasan ternyata justru saudara-saudara kita di Palestina tengah dibantai oleh kaum kafir Yahudi. Kita juga mungkin lupa dengan saudara-saudara kita di Irak dan Afganistan yang terus mengalami penjajahan.

Saudara-saudara kita di China, khususnya umat Islam dari suku Uighur di Xinjiang-yang dikenal dalam sejarah Islam sebagai Turkistan Timur-juga menjadi korban kebrutalan suku Han yang didukung penuh oleh rezim Komunis China. Turki, disana ratusan aktivis Islam ditangkapi dan di penjara tanpa alasan bahkan beberapa orang diantaranya telah syahid. Belum lagi saudara-saudara kita di Pattani Thailand, Moro Philipina Selatan, Khasmir, Rohingya di Myanmar, Pakistan, dan Bangladesh.

Lupakah kita dengan mereka, di hari ketika kita bersuka cita, mereka saudara-saudara kita justru mengalami penderitaan akibat kekejaman para penguasa yang sekuler. Padahal kita dan mereka diibaratkan bagaikan satu tubuh, ketika satu bagian sakit maka seharusnya bagian tubuh yang lainnya pun akan merasakan sakit.

Penjajahan semu pun terus berlangsung di negeri kita, Indonesia. Ada pihak-pihak yang mencoba ‘mengail di air keruh’. Dimana mereka terus menggulirkan isu terorisme dan mencoba mengaitkannya dengan aktivitas dakwah juga aktivitas perjuangan untuk menerapkan kembali syariah Islam. Mereka ingin membungkam dakwah dengan terus memprovokasi penguasa agar menerapkan kembali undang-undang represif seperti pada rezim otoriter sebelumnya. Maka wajar jika dikatakan kita merayakan hari kemenangan dalam kekalahan.

Mengapa ini semua dapat terjadi? Ini adalah akibat tidak diterapkannya syariah Islam secara kaffah juga tidak adanya institusi Negara yang melindungi seluruh kaum Muslim di dunia, yaitu Khilafah. Sepanjang Khilafah berdiri kokoh tak ada satupun penjajah yang berani mengusik tanah Palestina. Pada masa Khalifah al-Mu’tashim Billah, ketika seorang Muslimah jilbabnya ditarik oleh salah seorang Romawi, ia segera meminta pertolongan kepada Khalifah. Khalifah serta merta bangkit dan memimpin sendiri pasukannya untuk merespon pelecehan tersebut. Itulah fakta sejarah kegemilangan Khilafah menjaga stabilitas dan keamanan seluruh warganya yang berada dalam naungannya. Sangat jauh berbeda dengan kondisi saat ini. Tidakkah kita rindu akan tegaknya kemuliaan Islam dan kaum Muslimin? Jadi, mari kita wujudkan kemenangan hakiki dengan berjuang menerapkan syariah dalam naungan Khilafah.


Oleh: Anita Komala Dewi
Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Arab'08 UPI

Dimuat @  http://www.sabili.co.id/aspirasi-anda/meraih-kemenangan-hakiki

walau Idul Fitrinya sudah lewat, semoga tetap bermanfaat ^_^

0 MENUJU INDONESIA YANG LEBIH BAIK



Jakarta - Menarik kritis Amien Rais dalam Cakrawala Islam (1999) tentang Kapitalisme. Menurutnya, secara teoritis Kapitalisme memberikan kesempatan yang sama kepada setiap anggota masyarakat. Namun, dalam kenyataannya, ia bersifat diskriminatif bahkan rasis.

Wajar saja diskriminasi ini terjadi karena ideologi ini menjadikan kepemilikan modal sebagai panglima dalam kehidupan. Asal punya uang anda bisa membeli apa pun.

Diskriminasi juga terjadi dalam pelayanan publik. Kualitas pelayanan publik pun ternyata ditentukan oleh kekuatan modal. Misalnya saja ketika kita menaiki bus atau kereta. Siapa yang memiliki uang akan mendapatkan pelayanan transportasi yang baik, ber-AC, tepat waktu, dan dilayani full senyum. Dapat kita lihat. Bagi orang yang memiliki ongkos seadanya dia harus rela berdesak-desakkan. Bahkan, untuk berdiri pun sulit dan jangan harap dilayani dengan senyum.

Ironi yang sama terjadi dalam dunia pendidikan. Kualitas pendidikan rakyat ditentukan oleh besar kecil modal yang kita punya. Bagi anda yang memiliki "kelebihan" uang maka anda akan memperoleh kesempatan masuk sekolah unggulan dengan kualitas pendidikan optimal dan fasilitas yang lengkap. Mulai dari komputer dengan fasilitas internet, perpustakaan, labolatorium, hingga gedung full AC.

Berbeda dengan keadaan anak yang terlahir dari keluarga menengah ke bawah. Walaupun memiliki kemauan tinggi untuk bersekolah dan memiliki kecerdasan dia harus siap dengan mutu pendidikan yang serba kurang atau bahkan tidak layak.

Semakin tinggi tingkat pendidikannya maka semakin tinggi pula biaya yang harus dikeluarkan. Padahal, bagi rakyat miskin, jangankan untuk biaya pendidikan. Untuk makan pun sulit.

Dalam Islam pembiayaan pendidikan untuk seluruh tingkatan sepenuhnya merupakan tanggung jawab negara. Seluruh pembiayaan pendidikan, baik menyangkut gaji para guru/dosen maupun infrastruktur serta sarana dan prasarana pendidikan sepenuhnya menjadi kewajiban negara.

Ringkasnya, dalam Islam pendidikan disediakan secara gratis oleh negara. Namun, meski pembiayaan pendidikan adalah tanggung jawab Negara Islam tidak melarang inisiatif rakyatnya khususnya mereka yang kaya untuk berperan serta dalam pendidikan.

Melalui wakaf yang disyariatkan sejarah mencatat banyak orang yang kaya yang membangun sekolah dan universitas. Hampir di setiap kota besar seperti Damaskus, Baghdad, Kairo, dan lain-lain terdapat lembaga pendidikan dan perpustakaan yang bersal dari wakaf.

Kini, bagaimana cara yang dapat ditempuh untuk mewujudkan pendidikan gratis di setiap jenjang pendidikan di tengah krisis ekonomi seperti sekarang ini? Dalam APBN 2007, anggaran untuk sektor pendidikan adalah sebesar Rp 90,10 triliun atau 11,8% dari total nilai anggaran Rp 763,6 triliun.

Angka Rp 90,10 triliun itu belum termasuk pengeluaran untuk gaji guru yang menjadi bagian dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk bidang pendidikan, serta anggaran kedinasan. Misalkan kita ambil angka Rp 90,10 triliun sebagai patokan anggaran pendidikan tahun 2007 yang harus dipenuhi, dengan melihat potensi kepemilikan umum (SDA) yang ada di Indonesa, dana sebesar Rp 90,10 triliun akan dapat dipenuhi. Asalkan penguasa mau menjalankan Islam, bukan neo-liberalisme.

Berikut perhitungannya yang diolah dari berbagai sumber. Potensi hasil hutan berupa kayu (data tahun 2007) sebesar US$ 2,5 miliar atau sekitar Rp 25 triliun. Potensi hasil hutan berupa ekspor tumbuhan dan satwa liar (data tahun 1999) sebesar US$ 1,5 miliar atau sekitar Rp 15 triliun. Potensi pendapatan emas di Papua yaitu PT Freeport (data tahun 2005) sebesar US$ 4,2 miliar atau sekitar 40 triliun. Potensi pendapatan migas Blok Cepu pertahun US$ 700 juta-US$ 1,2 miliar atau sekitar Rp 10 triliun.

Dari empat potensi di atas saja setidaknya sudah diperoleh total Rp 90 triliun. Kalau masih kurang jalankan penegakkan hukum dengan tegas. Insya Allah akan diperoleh tambahan sekitar Rp 54 triliun.

Sepanjang tahun 2006, ICW (Indonesia Corruption Watch) mencatat angka korupsi Indonesia sebesar Rp 14,4 triliun. Nilai kekayaan hutan Indonesia yang hilang akibat illegal logging tahun 2006 sebesar Rp 40 triliun.

Mewujudkan pendidikan di Indonesia sebenarnya sangatlah mungkin. Yang menjadi masalah sebenarnya bukan tidak adanya potensi pembiayaan melainkan gagalnya sistem pemerintahan yang dijalankan. Pendidikan mahal bukan disebabkan tidak adanya sumber pembiayaan. Melainkan kesalahan Pemerintahan yang bobrok dan korup.

Oleh karena itu sudah saatnya kini kita menerapkan aturan Islam baik dalam pemerintahan, ekonomi, pendidikan, dan sektor lainnya. Allah-lah yang menciptakan manusia dan Allah Maha
Mengetahui aturan terbaik bagi manusia. Semoga Indonesia menuju yang lebih baik.


By: Anita Komala Dewi
Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Arab'08 UPI


Dimuat @ http://news.detik.com/read/2009/10/23/095921/1226978/471/menuju-indonesia-yang-lebih-baik (Jumat, 23/10/2009)

0 SOLUSI EKONOMI BAGI INDONESIA



Jakarta - Menjelang pemilihan presiden 8 Juli 2009 lalu para capres dan cawapres mengusung isu ekonomi dalam visi misinya. Hal ini terlihat jelas dengan adanya pemberian porsi khusus dalam masalah ekonomi.

Pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) - Boediono mengatakan tidak akan menyerahkan perekonomian kepada pasar bebas. Akan ada campur tangan negara. Meski tidak boleh terlalu jauh karena hal itu akan mematikan sektor swasta.

Namun, masih hangat dalam ingatan kita. Pada tahun 1996-1998, ketika Boediono menjabat sebagai Direktur I BI urusan analisa kredit terkucurlah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) sebesar Rp 400 triliun. Belum lagi ketika Boediono menjadi Kepala Bappenas. Terkucurlah dana rekap perbankan Rp 600 triliun.

Ironisnya para obligator BLBI justru diberikan Release and Discharge alias dibebaskan dari masalah hukum. Akhirnya, rakyatlah yang harus membayar hingga tahun 2032.

Pasangan Jusuf Kalla (JK) - Wiranto berkomitmen membangun ekonomi kerakyatan. JK berjanji akan mewujudkan ekonomi mandiri yang terlepas dari ketergantungan asing. Namun, kita pun tahu. Selama pemerintahan SBY - JK, JK dianggap berperan banyak dalam mengarahkan kebijakan-kebijakan ekonomi yang juga tak kalah liberal. Seperti menaikkan harga BBM di atas 100% yang jelas-jelas membebani rakyat.

Adapun pasangan Megawati - Prabowo sepakat untuk membangun ekonomi kerakyatan. Bahkan, pasangan ini sudah berbagi tugas. Prabowo ditugaskan menangani masalah perekonomian untuk fokus membangun ekonomi kerakyatan dan kebangkitan ekonomi rakyat. Namun, kita pun tidak mungkin lupa pada masa kepemimpinan Megawati pula aset-aset negara banyak dijual atas nama privatisasi.

Apa yang para capres dan cawapres tersebut ucapkan hanyalah sebatas wacana tanpa solusi nyata untuk mengatasi masalah ekonomi bangsa ini. Untuk mewujudkan perekonomian yang mandiri dibutuhkan ketegasan dalam menghentikan campur tangan asing. Salah satunya dengan menutup pintu masuk campur tangan asing itu, yaitu utang luar negeri.

Jika campur tangan asing sudah terlanjur masuk maka harus segera dibereskan dan dibersihkan. Jika langkah ini tak pernah ditempuh, jangan pernah berharap akan terwujudnya ekonomi Indonesia yang mandiri. Selama sistem Kapitalisme bercokol di negeri ini maka kesejahteraan rakyat yang dicita-citakan hanyalah mimpi.

Ekonomi yang mandiri dan pro-rakyat hanya bisa diwujudkan ketika negeri ini mau menerapkan sistem peraturan Islam. Caranya adalah dengan penerapan sistem perekonomian Islam yang dijalankan dalam bangunan hukum dan sistem politik Islam secara konsisten.

Lebih dari itu menerapkan sistem Islam dalam segala aspek kehidupan merupakan kewajiban bagi setiap Muslim. Allah SWT berfirman:

"Sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya." (QS Al Araf [7]: 96).

Oleh karena itu saatnya Indonesia keluar dari cengkraman ekonomi yang dinaungi Kapitalisme. Karena jelas-jelas perekonomian yang dibangun hanya berasakan kepentingan belaka. Saatnya Indonesia bangkit dengan kembali pada sebuah aturan mulia yaitu Islam dalam seluruh bidang kehidupan. Wallahualambishawwab.


Oleh: Anita Komala Dewi
Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Arab'08 UPI



Dimuat @ http://news.detik.com/read/2009/07/14/183408/1165006/471/solusi-ekonomi-bagi-indonesia (Selasa, 14/07/2009)

0 DI BALIK ISU ALIRAN SESAT

Beberapa minggu terakhir ini masyarakat tengah disibukan oleh isu-isu mengenai aliran sesat. Semakin hari semakin banyak kisah-kisah yang terkuak. Modus yang diangkat umumnya mengenai pengakuan adanya Nabi/Rasul setelah Nabi Muhammad SAW misalnya saja Ahmadiyah yang mengimani Mirza Ghulam Ahmad sebagai Rasul, kelompok Lia Eden yang mengaku mendapat wahyu dari Malaikat Jibril dan kini kelompok Al-Qiyadah Al-Islamiyah yang meyakini Nabi Muhammad SAW telah berakhir masa tugasnya. Ahmad Mushadeq (pimpinan Al-Qiyadah Al-Islamiyah) mengaku bahwa dirinya "Rasul Al-Masih Al-Mau'ud". Mereka meyakini bahwa Al-Quran sekarang tinggal tulisannya saja sedangkan ruhnya sudah hilang. Hal-hal tsb jelas menyimpang dari aqidah Islam.

Lalu mengapa isu-isu ini bisa muncul kepermukaan? Ada beberapa hal yang menarik untuk direnungkan. Pertama: Aliran-aliran sesat ini bisa memunculkan sikap saling curiga terhadap sesama kaum Muslim atau kelompok Islam.
Kedua : Adanya propokasi. Apabila pemerintah dan ulama tak sigap & bijaksana bisa jadi akan terjadi bentrok fisik antar sesama Muslim.
Ketiga : Adanya upaya stigmatisasi (cap negatif) istilah. Misalnya saja kelompok Al-Qiyadah Al-Islamiyah yang berarti kepemimpinan Islam, ini merupakan istilah yang baik. Dengan munculnya kelompok dengan nama tsb jelas akan menjauhkan kaum Muslim dari kepemimpinan Islam yang menerapkan Islam.
Keempat : Diantara ajaran yang dianut oleh kelompok Al-Qiyadah adalah mendirikan Negara Islam & mendirikan Khilafah ala mereka. Pertanyaannya, apa mungkin kelompok yang tidak mengakui Nabi Muhammad SAw sebagai Nabi & Rasul terakhir dan menyatakan shalat tidak wajib, mampu memperjuangkan hukum Islam & Khilafah yang sesuai hukum syariah???
Kelima : Adanya skenario untuk menghancurkan umat Islam di Indonesia, mengadu domba umat Islam, dan menjauhkan umat dari para pejuang Islam. Ketua Umum Ikatan Dai Indonesia (IKADI), Prof. Dr. Achmad Satori Ismail, "MUI sudah melakukan survei, ternyata aliran sesat yang akhir-akhir ini cukup marak itu merupakan skenario asing".

Maka dari itu, umat Islam kini harus lebih waspada pada isu-isu disekitar kita. Umat Islam-khususnya di Indonesia-kini sedang terus dihancurkan, baik masalah sosial maupun perekonomiannya. Isu War on Terrorism yang diusung musuh-musuh Islam tidak mampu menggoyahkan upaya penerapan Islam, kini isu aliran sesat digulirkan untuk tujuan yang sama.

Oleh: Anita Komala Dewi - Mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab'08 UPI

0 PLURALISME ALA BARAT

Menjelang tutup tahun 2007, setidaknya ada 2 peristiwa keagamaan yang cukup menarik untuk kita cermati.


Pertama : Mencuatnya kembali kasus Ahmadiyah, yaitu penyerangan oleh sekelompok orang terhadap para pengikut Ahmadiyah di Desa Manis Lor, Jalaksana, Kabupaten Kuningan, 18 Desember 2007. Sejumlah aktivis HAM dan kalangan Liberal menuding bahwa biang keladi aksi kekerasan ini adalah MUI. Mereka menyalahkan fatwa MUI yang telah menetapkan Ahmadiyah sbg aliran sesat, padahal pelaku penyerangan tsb masih misterius.
 

Kedua : Peristiwa Perayaan Natal Bersama (PNB). Hampir semua kementrian/departemen Pemerintahan serentak mengadakan PNB. Menariknya, sebagian besar undangan, mulai dari menteri hingga staf adalah Muslim. Ini baru terjadi kali ini!!! Apakah mereka tidak tahu bahwa ini telah melanggar syariat Islam. Dalam Islam toleransi memang ada tapi tidak dalam hal AQIDAH.


Jika dicermati, mencuatnya kembali kasus Ahmadiyah dan munculnya fenomena Perayaan Natal Bersama (PNB) sama-sama dilandasi oleh paham PLURALISME. Pluralisme adalah anak dari demokrasi yang menjamin kebebasan beragama. Namun, faktanya justru mentoleransi kebebasan untuk menodai agama. Buktinya Ahmadiyah yang telah lama difatwakan sesat oleh MUI tetap dibela. Sebaliknya, fatwa MUI dikecam oleh para aktivis HAM dan kaum Liberal, sebuah sikap yang bertentangan dengan ajaran demokrasi itu sendiri yang katanya menjamin kebebasan berpendapat. Hal serupa terjadi pada tahun 2005 lalu, mereka juga menggugat MUI sesat setelah MUI mengeluarkan fatwa tentang sesatnya paham sekularisme, liberalisme dan pluralisme.
 

Buruknya Paham Pluralisme

   
Benar, bahwa ada keanekaragaman keyakinan, kepercayaan atau agama. Ini adalah kenyataan dan Sunatullah. Inilah yang disebut pluralitas. Namun, jika kemudian dikembangkan paham bahwa semua agama benar, tidak boleh ada monopoli kaum kebenaran, jikalau begitu tidak mengapa merayakan Perayaan Natal Bersama atas nama toleransi,dll ;semua itu jelas sebuah penyesatan. Inilah paham pluralisme yang sengaja didesakkan ke dalam tubuh kaum Muslim untuk merusak aqidah mereka.


    Ada yang patut kita waspadai dari paham pluralisme ini, diantaranya ;

Pertama: Secara Normatif pluralisme ini bertentangan dengan aqidah Islam. Sebab, pluralisme menyatakan bahwa semua agama benar. Sebaliknya menurut Islam, hanya Islam yang membawa kebenaran [QS. Ali Imran (3) : 9] ; agama selain Islam tidak akan diterima oleh Allah SWT [QS. Ali Imran (3) : 85]
 

Kedua : Secara Historis paham pluralisme bukanlah dari umat Islam, namun dari orang-orang Barat sekuler yang mengalami trauma konflik dan perang antara Katolik dan Protestan, juga Ortodok. Semula diyakini bahwa tak ada keselamatan di luar Gereja, lalu keyakinan itu diubah, bahwa kebenaran dan keselamatan itu bisa saja berada di luar Gereja (Agama Katolik/Protestan). Jadi, paham pluralisme tidak mengakar dalam sejarah Islam.
 

Ketiga : Secara Politis pluralisme agama dilancarkan di tengah dominasi Kapitalisme yang Kristen atas Dunia Islam. Maka patut dicurigai. Andai tujuan pluralisme adalah demi menjunjung tinggi HAM, mencegah konflik dan kekerasan, menjaga perdamaian dunia dll, maka perlu disadari :
  1. Menurut  Amnesti Internasional, Amerika Serikat adalah pelanggar HAM terbesar di dunia. Terbukti, Maret 2003 ketika AS menginvasi Irak, sudah 100.000 jiwa umat Islam yang dibunuh oleh AS.
  2. Konflik dan kekerasan juga sering terjadi karena faktor politik, bukan karena motif agama. Misal : Di Irak, AS sengaja menyulut konflik Sunny-Syiah dalam rangka melemahkan posisi umat Islam di sana. Tujuannya jelas untuk memecah belah Irak agar mudah dikuasai.
    Jadi, mengapa tidak AS saja yang dijadikan sasaran paham pluralisme. Kenapa harus kaum Muslim yang diusik ketenangannya dalam beraqidah??
    Barat sangat memahami bahwa aqidah merupakan kunci vitalitas sebagai ruh kebangkitan umat Islam. Apabila aqidah umat Islam bangkit maka ini akan menjadi ancaman bagi hegemoni Barat. Namun demikian, kita tentu meyakini firman Allah SWT berikut:
        "Orang-orang kafir membuat makar. Allah pun membalas mereka itu. Allah adalah sebaik-baiknya pembuat makar." [QS. Ali Imran (3) :54]
                
Wallahu a'lam bi ash - shawab.


Oleh: Anita Komala Dewi - Mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab'08 UPI

0 ISLAM PHOBIA

TERORIS: HANYA PERMAINAN STIGMA
Kata teroris sebenarnya sudah digunakan sejak dulu, hanya saja penggunaannya tidak sepopuler sekarang. Apalagi sejak insiden 11 September, kata teroris menjadi booming di kalangan elite penguasa untuk menyebut kelompok tertentu. Sebut saja peristiwa pengeboman di Thailand, Philipina, Legian Bali, dan yang paling gres adalah di KEDEUBES Australia di Indonesia disebut-sebut sebagai tindakan-tindakan brutal para teroris, yang pada dasarnya menunjuk pada jama’ah-jama’ah Islam. Sekalipun pelakunya belum ditemukan, sudah pasti dapat diperkirakan siapa yang menjadi tersangka utama. Siapa lagi kalo bukan kelompok jama’ah Islam.

STIGMA: DAMPAK NARCISISME
Narcisisme, seperti yang diungkapkan oleh Max Dimont seorang sejarawan Yahudi Liberal adalah penyakit mengagumi diri sendiri dan tidak mempunyai kesediaan untuk mengakui bahwa peradabannya merupakan sumbangan dari peradaban yang ada sebelumnya. Narcisisme inilah yang mendorong Barat untuk memandang Islam (dan peradaban lain di luar Barat) secara negative. Apalagi, penyakit narcisisme ini diperkuat adanya legitimasi Judeo-Christian yang menganggap agama lain tak layak hidup di muka bumi.

Dalam buku Demonologi Islam, dikatakan bahwa salah satu upaya musuh Islam untuk membasmi kekuatan Islam adalah dengan cara yang disebut Teori Penjulukan (Labeling Teory), yakni member julukan-julukan negative terhadap umat Islam. Penjulukan negative ini pun telah digencarkan oleh musuh-musuh Islam sejak dulu kala.

Orang Yahudi memandang Islam sebagai gentile, yang secara etimologis berarti orang asing, tetapi lebih sering dimaknai sebagai orang tak beradab. Demikian juga dalam perang salib, orang-orang Kristen menyebut tentara Islam dengan sebutan seracen yang mempunyai makna sama dengan gentile. Disamping itu, banyak karya terkenal sarjana Eropa Pertengahan yang disusun untuk mendiskreditkan Islam, misalnya Summa Contra Gentiles karya St. Thomas Aquinas (yang sedihnya lagi karya ini sering digunakan sebagai bahan rujukan oleh sarjana-sarjana Islam Kontemporer). Dalam buku ini, Aquinas menyebut Muhammad sebagai pengkhianatpara sahabatnya dan disebut sebagai ‘orang2 dgn sifat kebinatangan (bestiales) yg tinggal di gurun pasir’. Karya lain yang paling keras yaitu Disputation Againts the Sacaren and the Qur’an (Penolakan atas kaum Sararen dan Al-Qur’an) yang ditulis oleh Ricaldo de Monte Croce, yang lebih dikenal dengan judul Improbatio Alchorani.

Dari banyaknya stigma dan cap-cap yang diberikan Barat pada Islam, yang paling dominan adalah stigma Islam sebagai agama militant, yang dianggap disebarkan melalui pertumpahan darah. Walaupun pada faktanya, sejarah menulis bahwa: perang salib justru dimulai oleh pidato Paus Urbanus II di Clermont (1095) yang membakar imajinasi orang Kristen tentang gagasan “Perang Suci” untuk mensterilkan dunia dari orang-orang gentiles, sekaligus prospek penemuan kembali Yerussalem sebagai tempat ziarah.

Inilah yang sedang digencarkan oleh Barat pada dunia, yaitu stigma Islam sebagai agama radikal, fundamentalis, ekstrimis, primordial, sectarian dan fanatic. Hal ini tidak lain bertujuan untuk membentuk suatu sindrom Islam phobia (ketakutan terhadap Islam).

Naom Chomsky menyebut permainan stigma Barat ini sebagai “newspeak”, yang meminjam istilah George Orwell. Barat, lewat kekuatan media, menciptakan newspeak untuk berusaha membatasi pandangan kita tentang realitas dan  fakta. Sehingga apa yang muncul di media dan menjadi opini di tengah-tengah masyarakat dunia adalah hal yang bertentangan dengan yang sebenarnya terjadi. Chomsky mencatat bahwa seluruh kebijakan luar negeri Barat, terutama campur tangan AS di kawasan dunia termasuk Indonesia, sudah dikendalikan dalam sebuah system cuci otak yang sangat LUAR BIASA canggih!!

Kini, seperti yang kita tahu, kata teroris telah mengalami pelecehan makna terhadap makna asalnya. Teroris ; orang yang melakukan tindkan terror, mengacau, membuat lingkungan sekitar terancam, dan merugikan pihak lain. Intinya, siapapun itu, apabila melakukan tindakan terror maka akan disebut teroris. Namun, kata teroris kini secara tidak langsung hanya diperuntukkan bagi kelompok Islam fundamentalis, yang selalu dikait-kaitkan dengan tindakan pengeboman,sebagai contoh jaringan Al-Qaedah yang walaupun pada faktanya sampai sekarang bukti keberadaan jaringan tersebut tidak pernah bisa ditunjukkkan. Tetapi jika yang melakukannya adalah orang-orang kapitalis, cap teroris ini berubah menjadi “hero”.

Sebagai contoh, Editorial New York Times, edisi 28 desember 1985 menulis artikel berkenaan dengan penyerbuan AS ke Libya yang menewaskan 100 orang dengan judul “To Save the Next Natasha Simpson” (Menyelamatkan Natasha Simpson Berikutnya), yang dirujuk adalah gadis Amerika berusia 11 tahun yang menjadi salah satu korban serangan teroris di bandara-bandara Roma dan Wina pada 27 Desember 1985. Para editor harian ini menulis, “korban-korban ini memberi hak pada kita untuk membom kota-kota Libya demi membuat gentar terorisme yang didukung Negara”. Ternyata empat bulan kemudian, Menteri Dalam Negeri Austria menegaskan, tidak ada bukti sedikitpun untuk menuduh Libya atas serangan pengeboman itu.

Beberapa contoh lain adalah kasus pembelaan Amerika pada tindakan Israel yang menangkap 1200 orang kaum Syiah Lebanon Selatan pada saat invasi militer tahun 1983. Amerika menyebut penyanderaan ini sebagai “upaya pencegahan terorisme”. Dan yang menjadi tragedy kemanusiaan terbesar abad ke-20 adalah pembantaian 40 jam berturut-turut  oleh militer Israel di kamp pengungsi Sabra-Shatilla, Lebanon, pada 16-18 September 1982 yang merenggut nyawa 3000 orang pengungsi. Diplomat Barat menyebut tindakan ini sebagai “tindakan pembalasan” dan tindakan mendahului terhadap teroris”.

Pada dasarnya tujuan Barat gencar menyusupkan stigma-stigma negative terhadap Islam tidak lain untuk menghambat pertumbuhan “Islam politik" yang meminjam istilah John Esposito yaitu kaum Muslim yang memandang Islam tidak hanya sebagai agama ritual belaka, tapi juga sebagai ideologi alternative yang akan menggantikan ideology-ideologi lain seperti kapitalisme dan sosialisme. Islam politik inilah yang pertumbuhannya selalu ditakut-takuti oleh Barat karena Barat tau jika seluruh kaum Muslim adalah penganut Islam Politik maka keberadaan kapitalisme dan sosialisme hanya akan tinggal nama dan berganti dengan Ideologi Islam. Hebatnya lagi, Islam Politik inilah yang pada dasarnya mereka sebut sebagai teroris.
Siapapun tau siapa teroris sesungguhnya yang layak disebut sebagai teroris dalam arti sebenarnya. AS, yang mengatasnamakan HAM untuk menginvasi Irak (menyelamatkan dunia dari senjata pemusnah missal; yang keberadaannya tak pernah bisa dibuktikan). AS yang mempunyai kedudukan sebagai polisi dunia, kini telah berpindah pangkat sebagai penjahat internasional sejati, pelanggar HAM terbesar sepanjang zaman dan terorisme dalam arti sebenarnya.

sumber: majalah Open Mind
 

Forum Opiniku :) Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates