Jakarta - Menarik kritis Amien Rais dalam Cakrawala Islam (1999) tentang
Kapitalisme. Menurutnya, secara teoritis Kapitalisme memberikan
kesempatan yang sama kepada setiap anggota masyarakat. Namun, dalam
kenyataannya, ia bersifat diskriminatif bahkan rasis.
Wajar saja diskriminasi ini terjadi karena ideologi ini menjadikan
kepemilikan modal sebagai panglima dalam kehidupan. Asal punya uang anda
bisa membeli apa pun.
Diskriminasi juga terjadi dalam pelayanan publik. Kualitas pelayanan
publik pun ternyata ditentukan oleh kekuatan modal. Misalnya saja ketika
kita menaiki bus atau kereta. Siapa yang memiliki uang akan mendapatkan
pelayanan transportasi yang baik, ber-AC, tepat waktu, dan dilayani
full senyum. Dapat kita lihat. Bagi orang yang memiliki ongkos seadanya
dia harus rela berdesak-desakkan. Bahkan, untuk berdiri pun sulit dan
jangan harap dilayani dengan senyum.
Ironi yang sama terjadi dalam dunia pendidikan. Kualitas pendidikan
rakyat ditentukan oleh besar kecil modal yang kita punya. Bagi anda yang
memiliki "kelebihan" uang maka anda akan memperoleh kesempatan masuk
sekolah unggulan dengan kualitas pendidikan optimal dan fasilitas yang
lengkap. Mulai dari komputer dengan fasilitas internet, perpustakaan,
labolatorium, hingga gedung full AC.
Berbeda dengan keadaan anak yang terlahir dari keluarga menengah ke
bawah. Walaupun memiliki kemauan tinggi untuk bersekolah dan memiliki
kecerdasan dia harus siap dengan mutu pendidikan yang serba kurang atau
bahkan tidak layak.
Semakin tinggi tingkat pendidikannya maka semakin tinggi pula biaya yang
harus dikeluarkan. Padahal, bagi rakyat miskin, jangankan untuk biaya
pendidikan. Untuk makan pun sulit.
Dalam Islam pembiayaan pendidikan untuk seluruh tingkatan sepenuhnya
merupakan tanggung jawab negara. Seluruh pembiayaan pendidikan, baik
menyangkut gaji para guru/dosen maupun infrastruktur serta sarana dan
prasarana pendidikan sepenuhnya menjadi kewajiban negara.
Ringkasnya, dalam Islam pendidikan disediakan secara gratis oleh negara.
Namun, meski pembiayaan pendidikan adalah tanggung jawab Negara Islam
tidak melarang inisiatif rakyatnya khususnya mereka yang kaya untuk
berperan serta dalam pendidikan.
Melalui wakaf yang disyariatkan sejarah mencatat banyak orang yang kaya
yang membangun sekolah dan universitas. Hampir di setiap kota besar
seperti Damaskus, Baghdad, Kairo, dan lain-lain terdapat lembaga
pendidikan dan perpustakaan yang bersal dari wakaf.
Kini, bagaimana cara yang dapat ditempuh untuk mewujudkan pendidikan
gratis di setiap jenjang pendidikan di tengah krisis ekonomi seperti
sekarang ini? Dalam APBN 2007, anggaran untuk sektor pendidikan adalah
sebesar Rp 90,10 triliun atau 11,8% dari total nilai anggaran Rp 763,6
triliun.
Angka Rp 90,10 triliun itu belum termasuk pengeluaran untuk gaji guru
yang menjadi bagian dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus
(DAK) untuk bidang pendidikan, serta anggaran kedinasan. Misalkan kita
ambil angka Rp 90,10 triliun sebagai patokan anggaran pendidikan tahun
2007 yang harus dipenuhi, dengan melihat potensi kepemilikan umum (SDA)
yang ada di Indonesa, dana sebesar Rp 90,10 triliun akan dapat dipenuhi.
Asalkan penguasa mau menjalankan Islam, bukan neo-liberalisme.
Berikut perhitungannya yang diolah dari berbagai sumber. Potensi hasil
hutan berupa kayu (data tahun 2007) sebesar US$ 2,5 miliar atau sekitar
Rp 25 triliun. Potensi hasil hutan berupa ekspor tumbuhan dan satwa liar
(data tahun 1999) sebesar US$ 1,5 miliar atau sekitar Rp 15 triliun.
Potensi pendapatan emas di Papua yaitu PT Freeport (data tahun 2005)
sebesar US$ 4,2 miliar atau sekitar 40 triliun. Potensi pendapatan migas
Blok Cepu pertahun US$ 700 juta-US$ 1,2 miliar atau sekitar Rp 10
triliun.
Dari empat potensi di atas saja setidaknya sudah diperoleh total Rp 90
triliun. Kalau masih kurang jalankan penegakkan hukum dengan tegas.
Insya Allah akan diperoleh tambahan sekitar Rp 54 triliun.
Sepanjang tahun 2006, ICW (Indonesia Corruption Watch) mencatat angka
korupsi Indonesia sebesar Rp 14,4 triliun. Nilai kekayaan hutan
Indonesia yang hilang akibat illegal logging tahun 2006 sebesar Rp 40
triliun.
Mewujudkan pendidikan di Indonesia sebenarnya sangatlah mungkin. Yang
menjadi masalah sebenarnya bukan tidak adanya potensi pembiayaan
melainkan gagalnya sistem pemerintahan yang dijalankan. Pendidikan mahal
bukan disebabkan tidak adanya sumber pembiayaan. Melainkan kesalahan
Pemerintahan yang bobrok dan korup.
Oleh karena itu sudah saatnya kini kita menerapkan aturan Islam baik
dalam pemerintahan, ekonomi, pendidikan, dan sektor lainnya. Allah-lah
yang menciptakan manusia dan Allah Maha
Mengetahui aturan terbaik bagi manusia. Semoga Indonesia menuju yang lebih baik.
By: Anita Komala Dewi
Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Arab'08 UPI
Dimuat @
http://news.detik.com/read/2009/10/23/095921/1226978/471/menuju-indonesia-yang-lebih-baik (
Jumat, 23/10/2009)