Kamis, 22 Maret 2012

0 Quo Vadis Peradilan Hukum Indonesia



Wajah Indonesia lagi-lagi harus tertunduk malu dan kecewa karena realita yang terjadi menunjukkan betapa bobroknya peradilan di negeri yang kita cintai ini. Masyarakat luas telah mengikuti pemutaran rekaman sebagian dari episode kisruh "cicak vs buaya" yang disiarkan langsung oleh televisi selama kurang lebih 4,5 jam pada tanggal 3 November 2009.

Tidak ada lagi jaminan bagi rakyat untuk mempercayai aparat penegak hukum setelah berbagai kasus. Termasuk kasus kriminalisasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terusut di pengadilan ternyata hanyalah sandiwara belaka yang penuh dengan skenario kedzaliman.

Ya, tentu saja dzalim, karena banyak orang yang menelan pahit menjadi korban sandiwara peradilan yang tidak manusiawi. Sungguh ironis. Di tengah kondisi sekarang di mana banyak pihak yang mengagungkan dan menjunjung tinggi peradilan dan HAM hukum peradilan yang menjadi pilar penegaknya penuh dengan rekayasa politis.

Peradilan tidak lagi berazaskan kebenaran. Tapi, sudah menjadi milik mereka yang berkuasa yakni "mafia hukum". Korupsi dan penyuapan menjadi warna yang menyesakkan ruang dan dimensi negara kita yang sudah terpuruk.

Mau dijadikan apa lagi negara kita. Setelah banyak julukan yang menyakitkan menorehkan nama Indonesia menduduki peringkat paling tinggi sebagai negara yang banyak memiliki kasus korupsi. Bahkan koran Singapura, The Strait Time, sekali waktu pernah menjuluki Indonesia sebagai "the envelope country", karena segala hal bisa dibeli. Entah itu lisensi, tender, wartawan, hakim, jaksa, polisi, petugas pajak, atau yang lainnya.

Kasus korupsi yang ditangani KPK sejak Januari 2008 - Agustus 2009 didominasi oleh modus suap dengan latar belakang profesi swasta, anggota DPR/DPRD, dan pejabat lainnya. Menurut mantan Ketua Bappenas Kwik Kian Gie menyebutkan lebih dari Rp 300 triliun dana baik dari hasil penggelapan pajak maupun hasil kekayaan bumi menguap masuk ke kantong para tikus koruptor yang selalu mengerat uang rakyat.

Melihat semua fakta di atas dapat kita ketahui bahwa ada yang bermain di belakang layar dengan kekuatan yang besar yakni "mafioso peradilan" betul-betul telah mengakar dan meruntuhkan sistem peradilan di negeri ini. Ditinggalkannya sistem Islam yang paripurna telah berimbas pada bobroknya sistem di negeri ini termasuk sistem peradilan.

Dalam hal ini Islam memandang banyak hal yang telah menjadi akar masalah dari kebobrokan ini. Di antaranya: 1) sistem penggajian yang layak untuk mencukupi kebutuhan para petugas birokrasi; 2) larangan terhadap suap dan menerima hadiah; 3) perhitungan kekayaan pejabat; 4) teladan dari pemimpin; 5) sanksi yang tegas; 6) pengawasan masyarakat dengan peran yang efektif sebagai tiang penyangga lancarnya jalan penyelenggara Negara; 7) pengendalian diri dengan iman yang teguh.

Oleh karena itu apalagi yang kita tunggu selain bergerak memperjuangkan tegaknya Islam sebagai solusi dari berbagai permasalahan hidup ini. Wallu'alam bishawab.

Oleh: Sheila Nurazizah

Mahasiswa Jurusan Manajemen Bisnis'07 UPI








Dimuat @ http://news.detik.com/read/2009/11/19/090035/1244550/471/quo-vadis-peradilan-hukum-indonesia (Kamis, 19/11/2009)

0 komentar:

Posting Komentar

 

Forum Opiniku :) Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates