Minggu, 23 Desember 2012

0 BERANTAS KORUPSI DENGAN KHILAFAH ISLAMIYAH



Setelah ditunggu-tunggu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya dengan tegas memerintahkan Polri untuk menyerahkan sepenuhnya penanganan kasus hukum dugaan korupsi simulator mengemudi di Korps Lalu Lintas Polri kepada KPK. Dengan itu, diharapkan kasus-kasus kelas kakap seperti kasus Hambalang, Wisma Atlet, Century dan lainnya, segera tuntas dan negeri ini bisa bebas dari korupsi.

Harapan bebas dari korupsi sebenarnya hanya bisa terealisasi jika pemberantasannya dilakukan menggunakan sistem lain, sebab sistem yang ada justru menjadi faktor pemicu utama muncul dan langgengnya korupsi di negeri ini.

Sistem yang bisa diharapkan itu tidak lain adalah sistem Khilafah Islamiyah yang menerapkan Syariah Islam secara totalitas. Hal itu mengingat: Pertama, dasar akidah Islam mampu melahirkan kesadaran bahwa setiap gerak-gerik kita senantiasa diawasi oleh Allah SWT sehingga melahirkan ketakwaan pada diri masing-masing.

Kedua, sistem politik Islam termasuk dalam hal pemilihan pejabat dan kepala daerah, tidaklah mahal. Sehingga tidak akan muncul persekongkolan untuk mengembalikan modal yang digunakan sewaktu menikuti pemilihan.

Ketiga, politisi dan proses politik, kekuasaan dan pemerintahan tidak bergantung dan tersandera oleh kepentingan parpol, sehingga hukum tidak akan tersandera oleh kepentingan seperti dalam sistem demokrasi. Peran parpol dalam Islam adalah fokus dalam mendakwahkan Islam, amarmakruf dan nahi mungkar atau mengoreksi dan mengontrol penguasa.

Keempat, struktur dalam sistem Islam semuanya berada dalam satu kepemimpinan Khalifah, sehingga ketakpaduan antar instansi dan lembaga bisa diminimalisir bahkan tidak terjadi. Faktor absennya peran kepemimpinan bisa dihindari, berbeda dengan fakta yang ada sekarang.

Kelima, sanksi bagi pelaku korupsi mampu memberikan efek cegah dan jera. Bentuk dan kadar sanksi atas tindak korupsi diserahkan kepada ijtihad Khalifah atau qadhi, bisa disita seperti yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khaththab, atau tasyhîr (diekspos), penjara, hingga hukuman mati.

Pemberantasan korupsi saat ini diibaratkan bak mimpi disiang bolong karena beberapa faktor, diantaranya: Pertama, sistem sekulerisme dengan akidah pemisahan agama dari kehidupan dan bernegara, menyebabkan nilai-nilai ketakwaan hilang dari masyarakat khususnya dalam ranah politik dan pemerintahan. Akibatnya, tidak ada kontrol internal dalam diri masyarakat, politisi, pejabat, aparatur dan pegawai. Akhirnya, semuanya hanya bersandar pada kontrol eksternal, dan pengawasan dari atasan, inspektorat dan aparat hukum. Masalahnya, mereka semua tidak jauh berbeda bahkan sama saja. Di sisi lain, hukum juga tumpul, aturan hukum yang ada mudah direkayasa dan sanksi bagi yang terbukti bersalah pun sangat ringan.

Kedua, sistem politik demokrasi yang mahal menjadi salah satu sumber masalah korupsi. Butuh biaya besar untuk menjadi politisi, kepala daerah apalagi presiden. Untuk menjadi kepala daerah saja butuh puluhan bahkan ratusan miliar, tidak akan tertutupi dari gaji dan tunjangan selama menjabat. Maka cara singkat untuk mengembalikan modal secara cepat adalah dengan korupsi.

Ketiga, korupsi telah begitu berurat dan mengakar, sementara sistem pengendalian begitu lemah. Laporan BPK menyatakan telah terjadi penyimpangan pada instansi pemerintah pusat dan daerah di semester I tahun 2012 yakni sebanyak 13.105 kasus. Potensi kerugian negara mencapai Rp 12,48 triliun. Dari jumlah itu, sebanyak 3.976 kasus senilai Rp 8,92 triliun merupakan temuan ketidakpatuhan yang mengakibatkan kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan negara. Sisanya sebanyak 9.129 kasus senilai Rp 3,55 triliun merupakan kasus penyimpangan administrasi, ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan, serta Sistem Pengendali Intern (SPI).

Keempat, dalam sistem politik yang ada saat ini, agenda pemberantasan korupsi tersandera oleh berbagai kepentingan kelompok, partai, politisi, cukong, bahkan kepentingan koruptor. Hal mendasar adalah sistem hukum. Dalam sistem demokrasi, hukum dibuat oleh wakil rakyat bersama pemerintah. Disitulah kendali partai, kepentingan kelompok, pribadi dan cukong pemberi modal amat berpengaruh.

Kelima, sering terjadi ketidakpaduan antar lembaga dan aparat. Ketegangan KPK vs Polri jilid II adalah bukti paling akhir. Ketegangan ini dipengaruhi dua faktor yakni: faktor pertama, antar lembaga tinggi posisinya sejajar dan tidak di bawah satu kepemimpinan. KPK adalah lembaga independen. Jikalau KPK lemot, tidak bisa serta merta diakselerasi oleh presiden ataupun DPR. Sebaliknya, jika KPK dapat “hambatan” dari instansi atau aparat lain, KPK tidak mudah meminggirkan halangan itu sebab berbeda jalur. Faktor kedua, absennya peran kepemimpinan. Ketidakpaduan polri dengan KPK mestinya tak terjadi, andai sejak awal presiden memerintahkan Polri harus berjalan padu dengan KPK atau ketika Polri tidak patuh segera ditegur dan diluruskan. Peran pemimpin tidaklah seperti wasit tinju, setelah baku hantam dan berdarah-darah baru menghentikan dan memutuskan. Peran pemimpin seharusnya memimpin, mengarahkan dan memadukan gerak sehingga semua berjalan harmonis.

Keenam, sistem hukum berbelit untuk membuktikan kasus korupsi dan banyak celah bagi koruptor untuk lolos. Sanksi bagi koruptor juga sangat ringan. Jangankan mencegah orang melakukan korupsi, koruptor yang telah dihukum pun tidak jera untuk kembali melakukan korupsi.
Karena itu wajar jika harapan untuk bebas dari korupsi dengan sistem seperti sekarang ini akan terus menjadi mimpi. Aksi pemberantasan korupsi yang sedang berjalan hanya akan menjadi pelipur lara dan drama yang tak berkesudahan. Wallaahu a’lam.

Oleh: Anita Komala Dewi
Mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab UPI
Diterbitkan pada kolom OPINI- Inilah Koran edisi 19 Oktober 2012
 

0 Fenomenal Mursi, Presiden Mesir Terpilih

Kemenangan Muhammad Mursi dari Ikhwanul Muslimin atas dukungan suara kaum muslim di Mesir takterelakan lagi. Hal ini menimbulkan harapan besar bagi kaum muslim agar mereka diperintah dengan aturan Islam dan berlindung dibawah panji Islam.

Tentu saja dukungan yang diberikan bukan untuk melanggengkan system sekuler yang telah membuat umat Islam sengsara didalamnya. Pertanyaannya adalah, benarkah presiden terpilih akan mewujudkan keinginan kaum muslim?

Wartawan media Fars di Kairo mengutip pernyataan pertama Presiden Kairo bahwa ia menyerukan Negara demokrasi sipil yang sekuler, mengumumkan persetujuan Mesir atas perjanjuan-perjanjian Mesir yang bersifat internasional termasuk persetujuan atas perjanjian Camp David yang merampas bumi Palestina.

Padahal Negara sipil demokrasi "yang merupakan sistem buatan kafir barat" memisahkan agama dari Negara dan menyerahkan keputusan hukum kepada manusia bukan kepada Rabb-nya.

Bagaimana bisa seorang muslim mengusung Negara sipil demokrasi yang sekuler, sedangkan dalam Islam segala sesuatu ada aturan yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. Aturan tersebut terdapat dalam Al-Qur'an dan Assunnah, dimana tidak ada kedudukan kewajiban yang lebih tinggi dari yang lainnya.

Misalnya kewajiban qishos dalam Q.S Al- Baqarah [2]: 178 setara dengan kewajiban puasa ramadlan dalam Q.S Al- Baqarah [2]: 183, keduanya pun wajib dilaksanakan, jika tidak maka berdosa. Dimana hukum Qishas hanya bisa dilaksanakan oleh Negara yang menerapkan seluruh aturan Islam (hukum-hukum Allah).

Namun tidak semua kewajiban dalam Al Qur'an dan As-sunnah bias dilaksanakan secara sempurna saat ini, karena membutuhkan sesuatu yang lain yang bisa melaksanakannya. Sesuatu yang lain itu tak lain adalah Daulah Khilafah Islamiyyah.

Sistem peradilan Islam (sebagai penebus dan pencegah) seperti jinayat termasuk qishos hanya akan sempurna ketika dilaksanakan dalam Khilafah. Hal ini disebutkan dalam Kaidah ushul fiqih 'suatu kewajiban tidak akan sempurna (pelaksanaannya) tanpa sesuatu, maka sesuatu tersebut hukumnya adalah wajib'.

Maka keberadaan Khilafah adalah wajib sebagai satu-satunya institusi yang bias menerapkan syariat Islam secara menyeluruh.

Oleh karenaitu, sudah selayaknya para penguasa muslim menyerukan kembali syariat Islam dan menerapkannya secara sempurna dalam naungan Khilafah Islamiyyah.

Demikian pula dengan penguasa muslim Mesir, sudah selayaknya menegakkan syariat dan Khilafah Islam dan mencampakkan sistem demokrasi sekuler sebagai konsekuensi keimanan atas seorang muslim.

Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. (Q.S Al-Maidah [5]: 49)

Denissa Femi Primula - Mahasiswi Pendidikan Bahasa Inggris UPI
dimuat @detik.com

http://news.detik.com/read/2012/07/06/095609/1959015/471/fenomenal-mursi-presiden-mesir-terpilih 

0 HIV Ulah Liberalisme-Kapitalisme

Tanggal satu Desember ditetapkan sebagai hari AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) sedunia. AIDS merupakan suatu penyakit yang diakibatkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). Orang dinyatakan penderita positif virus HIV ini, tidak secara langsung dia mengidap AIDS, dibutuhkan beberapa tahun untuk sampai akhirnya pengidap virus HIV ini dikatakan penderita AIDS.

HIV merupakan virus yang menyerang sel CD4 pada sel darah putih, sebagaimana kita ketahui sel darah putih dibutuhkan manusia untuk menjaga kekebalannya.

Virus ini merusak sel CD4 dalam sel darah putih yang di dalamnya virus ini berkembang biak dan terus menyerang CD4 pada sel darah putih penderita hingga pada akhirnya penderita kehilangan banyak sel darah putih dan kekebalan penderita pun menurun, bahkan tubuhnya tidak mampu untuk menahan dari penyakit apapun, meski penyakit yang ringan seperti flu.

Dalam ilmu kedokteran HIV/ AIDS ini merupakan penyakit mematikan yang belum memiliki penawarnya. Sebagai manusia yang memiliki akal untuk berpikir, tentu jika kita tidak ingin mengidap penyakit mematikan ini, kita harus menjauhi penyebab penyakit ini, bukan menjauhi pengidapnya.

Ingatlah, mencegah lebih baik dari pada mengobati, dan penyakit ini belum ditemukan obatnya secara pasti, maka haruslah kita menghindari penyakit ini.

Darah, air mani, cairan vagina, air susu ibu merupakan alat penyebaran virus HIV. Survey membuktikan bahwa 76,3% pengidap aids disebabkan oleh seks bebas, sedang melalui jarum suntik hanya 16,3%, sisanya melalui transfusi darah dan lainnya.

Dari data seperti itu timbulah solusi abc, Abstinence (A) yaitu menghindari seks bebas, namun dalam solusi abc ini dapat dimaklumi jika ada yang tidak sanggup untuk menghindarinya, hingga alternatif solusi lainnya adalah Be faithful (B) yaitu setialah pada satu pasangan saja, namun kita tahu dalam era globalisasi ini, media sangat mudah masuk dan berbagai rangsangan pun hadir, sehingga dalam solusi abc ini pun diberikan pilihan terakhir, maka jika tidak sanggup untuk setia, gunakanlah 'pengaman', Condom (C) agar virus HIV tidak tertular.

Tahukah pembaca, bahwa penelitian kedokteran menyebutkan bahwa pori-pori kondom 10 kali lebih besar dari ukuran virus HIV, sehingga dengan penggunaan kondom ini tidak dapat menyelesaikan masalah, yaitu mengurangi pengidap HIV/ AIDS.

Bahkan setelah isu kondom merebak, dengan hadirnya atm kondom, dan kondom pun diperjual-belikan dengan bebas, semakin banyak pula pengidap HIV/ AIDS.

Sungguh solusi abc ini merupakan solusi kapitalis, yang tentu disini ada lahan bisnis sesuai dengan namanya kapital, yaitu permintaan yang tinggi untuk kondom, dan industri kondom pun mendapatkan omset yang tinggi.

Pandangan hidup kapitalisme ini lahir dari pandangan hidup sekulerisme yang mana dalam pandangan hidup ini seseorang tidak diperbolehkan membawa nama agama dalam pengurusan hidup manusia. Dengan akal yang diberikan kepada manusia, mereka sombong bahwa mereka dapat membuat aturan hidup bagi mereka.

Solusi abc merupakan solusi sesat, karena dengan solusi abc ini semakin merebaknya seks bebas yang ini merupakan penyebab tertinggi penularan HIV/ AIDS. Bahkan perilaku seks bebas ini sudah merebak ke anak sekolah menengah.

Untuk menyelesaikan permasalahan HIV/ AIDS ini dibutuhkan solusi yang mengakar, tidak hanya solusi dipermukaannya saja, yaitu perlulah peninggalan seks bebas.

Peninggalan seks bebas tidak akan terjadi ketika banyak sarana-prasana yang menunjang, kondom, tempat lokalisasi, aurat wanita yang merangsang, media elektronik yang merangsang dan hal lainnya yang memicu terjadinya seks bebas ini.

Dalam pandangan hidup kapitalisme, sesuatu yang bermanfaat, mendapatkan keuntungan, maka halal hukumnya. Begitu pula tempat lokalisasi yang ternyata masuk pada devisa negara, kondom yang dengan pasarnya dapat mendapatkan keuntungan yang sangat besar.

Dalam pandangan hidup kapitalisme yang melahirkan pergaulan yang bebas, liberal ini, wanita muslim tidak diwajibkan untuk menutup auratnya. Ini membuktikan dalam pandangan hidup serba bebas ini permasalahan HIV/ AIDS tidak dapat diselesaikan, hanya ada solusi yang menjebak, yaitu solusi abc.

Ini mengharuskan aturan yang mendasarkan hukum tidak atas dasar manfaat, namun jelas berasal dari pencipta manusia, yang juga menciptakan aturan hidup buat manusia untuk diterapkan. Allah SWT menciptakan atuan untuk manusia melalui Islam, di dalamnya wanita muslim pun diwajibkan untuk menutup aurat.

Sungguh hanya dengan aturan Islam lah sistem hidup manusia akan adil, karena pembuat aturan adalam pencipta manusia itu sendiri, yang mengetahui seluk-beluk manusia. Bukan manusia yang memiliki nafsu keserakahan.

Pengaturan Islam pun tak dapat diterapkan secara parsial, karena hukum satu dan lainnya akan berpengaruh, terlebih sudah merupakan kewajiban umat islam untuk menerapkan islam secara sempurna.

Penerapan Islam secara sempurna ini hanya didapat dalam institusi kenegaraan. Negara independen, yang dapat berdiri sendiri, dapat menerapkan Islam secara sempurna.


Fathimah Bilqis - Mahasiswi Pendidikan Matematika UPI
dimuat @detik.com

http://suarapembaca.detik.com/read/2011/12/15/222134/1792388/283/hiv-ulah-liberalisme-kapitalisme

0 Peran Mulia Bunda Yang Melahirkan Generasi Cemerlang

Kekerasan dan pergaulan bebas menjadi potret buram kehidupan generasi muda saat ini. Tawuran antar pelajar, seks bebas, hamil diluar nikah, aborsi, perkosaan, pelecehan seksual dan peredaran VCD porno, narkoba dan HIV/AIDS menjadi perkara yang lumrah di kalangan remaja saat ini.

Padahal remaja merupakan generasi penerus yang akan menerima tongkat estafet perjuangan dimasa mendatang.

Sederet potret buram generasi muda saat ini membuat kita bertanya, siapa yang akan membangun bangsa kedepan kalau generasinya saja sudah hancur. Data penelitian puslitbang Departemen Sosial RI menunjukkan kerusakan remaja dari segala sisi.

Kehidupan remaja (83%) mengkonsumsi minuman keras, (93,3%) remaja begadang malam, (100%) berbohong, (40 %) hubungan seks luar nikah, (46,7%) mencuri, (73,3%) penyalahgunaan narkoba, (33,3%) berjudi, (16,7%) kumpul kebo, (23,3%) melihat gambar porno, (3,3%) membunuh. (Budi Utomo: http://dullrohman.blogspot.com/07/2012).

Hal ini tidak bisa terlepas dari aturan hidup yang ada. Aturan yang berasaskan sekuler (pemisahan antara kehidupan dan agama) ini yang melahirkan generasi berkepribadian jauh dari iman dan takwa.

Pembentukan generasi juga tidak terlepas dari peran keluarga. Keluarga merupakan pondasi dasar dalam pembentukan kepribadian anak. Dari keluargalah muncul sosok-sosok generasi pemimpin yang berakhlak mulia.

Keluarga merupakan basis pendidikan utama bagi setiap manusia. Tetapi sistem kapitalis sekuler memaksa orang tua abai dalam proses pendidikan anak-anaknya karena sibuk bekerja.

Sistem saat ini mengkondisikan kaum ibu untuk meninggalkan kewajibannya sebagai umu warobatul bait dengan menyibukkan mereka dalam ranah publik dengan alasan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Kebutuhan hidup yang semakin melambung tinggi, semua serba mahal dikarenakan sistem ekonomi yang digunakan adalah sistem buatan manusia sehingga tidak bisa menjamin kesejahteraan. Berbeda halnya dengan Islam.

Islam adalah satu-satunya konsep kehidupan yang telah mengangkat kedudukan perempuan sebagai ibu yang penuh kemuliaan. Peran penting seorang ibu dalam islam mempunyai kewajiban mendidik anak tentang perilaku dan budi pekerti yang benar sesuai syariat islam.

Anak diajarkan kalimat-kalimat yang baik, sikap sopan santun dan kasih sayang serta kepribadian yang dibangun diatas iman dan takwa. Islam juga memandang wanita adalah mahluk yang mulia karena dia memiliki peran yang luar biasa dalam membentuk kepribadian generasi.

Wanita ditakdirkan hamil, menyusui, diberi tanggung jawab mengurus suami dan anak-anaknya di wilayah domestik.

Perbedaan tugas ini bukan berarti membedakan kasta, martabat, apalagi diskriminatif seperti yang didengungkan masyarakat barat (persamaan gender) justru peran ibu dan ayah dalam islam ibarat neraca keseimbangan yang akan menciptakan harmonisasi dalam keluarga.

Disamping itu, islam juga mengatur permasalahan ekonomi . Islam mewajibkan Negara untuk memenuhi seluruh kebutuhan primer rakyatnya sehingga kesejahteraan akan mudah untuk didapat.

Generasi unggul dan cemerlang bisa terlahir karena pola pendidikan yang benar, salah satunya dengan peran keluarga terutama peran ibu.

Hal ini hanya bisa terwujud ketika islam dijadian pedoman kehidupan dibawah naungan khilafah, karena sistem kapitalisme-sekulerisme hanya bisa menjamin kerusakan saja.

Oleh karena itu kita selaku umat muslim harus senantiasa memperjuangkan penegakkan syariah dan khilafah dalam kehidupan.

Riana Magasing - Mahasiswi Pascasarjana UPI 
dimuat @detik.com

http://news.detik.com/read/2012/12/19/122959/2122301/471/peran-mulia-bunda-yang-melahirkan-generasi-cemerlang?nd771108bcj

0 Peranan Guru Dalam Menciptakan Generasi Terbaik Bangsa

Maraknya tindakan kekerasan seperti bullying dan tawuran serta berbagai penyimpangan perilaku yang dilakukan di kalangan pelajar akhir-akhir ini menimbulkan kekhawatiran banyak pihak, termasuk dunia pendidikan.

Berdasarkan data Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak), sepanjang enam bulan pertama tahun 2012 terdapat 139 kasus tawuran pelajar.

Fenomena memprihatikan ini sudah semestinya menjadi cambuk dan momen penting bagi keluarga, sekolah dan negara untuk melakukan evaluasi terhadap pola pendidikan generasi muda. (Al-Waie 2012: 18)

Generasi muda dan pelajar adalah bagian dari anggota masyarakat yang akan menjadi pemimpin dimasa depan, serta pelaku pembangunan pada masa yang akan datang.

Peranan guru dalam menciptakan generasi terbaik sangat berpengaruh, karena lembaga sekolah dan guru berfungsi mengarahkan, membimbing dan membina potensi dasar yang ada pada manusia.

Seharusnya kompetensi kepribadian yang melekat pada figur seorang guru diantaranya berkepribadian islam, berakhlak mulia dan berjiwa pemimpin serta menjadi teladan bagi anak didiknya. Perilaku guru akan menjadi tauladan bagi siswa atau pelajarnya.

Tetapi fenomena yang terjadi justru sebaliknya, ada berbagai macam kasus perilaku guru yang tidak mencerminkan sosok guru bahkan berprilaku yang semena-mena pada murid atau mencontohkan sikap yang sangat tidak baik seperti pelecehan dan lain sebagainya.

Penyebab dari masalah ini adalah diterapkannya sekulerisme (pemisahan agama dengan kehidupan) dalam setiap ranah dengan salah satunya menjadikan pendidikan agama hanya formalitas belaka dalam pendidikan.

Sehingga generasi yang akan dilahirkan akan jauh dari nilai-nilai islam, seperti maraknya tawuran, pergaulan bebas, narkoba dan lain sebagainya. Generasi yang berkualitas tidak akan terwujud jika masih menggunakan sistem sekulerisme dalam mengatur kehidupan.

Berbeda halnya dengan islam. Sistem pendidikan dalam islam bertujuan untuk membentuk kepribadian islam, menguasai tsaqofah islam, ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dalam Islam, profil guru diantaranya penghafal Al-Quran dan hadits, berkepribadian islam, faqih fiddin, menguasai keterampilan dan IPTEK, berakhlak mulia, ahli ibadah, memahami tumbuh kembang anak, berjiwa pendidik dan menjadi teladan.

Sehingga generasi yang akan dihasilkan adalah generasi yang berkualitas, unggul dan cemerlang. Hanya dengan sistem islamlah akan terlahir generasi unggulan. Sistem islam hanya bisa terterapkan dalam naungan khilafah.

Oleh karena itu kita selaku kaum muslim harus istiqomah memperjuangkan penerapan syariah islam dalam bingkai khilafah.


Riana Magasing - Mahasiswi Pascasarjana UPI
dimuat @detik.com

http://news.detik.com/read/2012/12/07/103745/2111988/471/peranan-guru-dalam-menciptakan-generasi-terbaik-bangsa?nd771108bcj

Jumat, 21 Desember 2012

0 Pantaskah Wakil Rakyat Menyalahkan Rakyatnya?

"Orang miskin itu karena salahnya sendiri dia malas bekerja. Jadi bukan salah siapapun kalau ada orang miskin", kata ketua MPR RI (waspada.co.id, 9/7).

Sungguh, merupakan suatu kesimpulan yang tergesa-gesa. Kenyataannya, belum tentu orang yang miskin tersebut adalah orang yang malas bekerja.

Kita lihat saja bagaimana pemulung bekerja dari pagi hingga sore mengumpulkan barang bekas, namun tetap miskin. Petani yang sudah ke sawah dari subuh, namun masih sulit memenuhi kebutuhannya. Kuli bangunan yang bekerja dari pagi hingga sore, namun masih jauh dari kata berkecukupan.

Apakah mereka malas bekerja? Jawabannya tentu tidak, bahkan mungkin mereka jauh lebih rajin dari pada para wakil rakyat kita yang sering study tour ke luar negeri dan tidur di tengah rapat. Namun, mengapa mereka tetap miskin?

Sudah bukan hal yang aneh lagi di negeri ini bahwasannya kemiskinan dapat diwariskan. Ketika seorang bapak hidup sebagai pemulung, maka kemungkinan besar anaknya juga seorang pemulung.

Pendidikan yang mahal menjadikan banyaknya anak negeri ini yang tidak dapat mengenyam bangku pendidikan ataupun yang putus sekolah. Akibatnya, tak ada pilihan bagi mereka selain mengikuti profesi orang tuanya.

Di sisi lain, kekayaan alam yang sudah seharusnya menjadi milik rakyat malah diberikan kepada asing. Tak hanya itu, pejabat pemerintahan dan wakil rakyat malah mencuri uang rakyat. Sedikit sekali usaha yang dilakukan untuk memperbaiki taraf hidup rakyat ini, jika dikatakan tidak sama sekali, seakan kemiskinan sudah menjadi suatu budaya yang harus dipertahankan.

Sudah menjadi keharusan bagi pemimpin untuk mengurusi urusan rakyatnya, termasuk mengentaskan kemiskinan, bukan malah menyalahkan rakyatnya.

Seorang pemimpin itu bagai pelayan bagi rakyatnya, bukannya penguasa. Sejarah telah memperlihatkan kepada kita, bagaimana Umar bin Khattab, pemimpin pada masa Islam, memanggul sendiri makanan untuk diberikan kepada sebuah keluarga yang miskin.

Beliau bertanggung jawab penuh atas kemaslahatan rakyatnya, bukannya malah menyalahkan mereka, tidak seperti pemimpin saat ini. Siapa yang tidak menginginkan pemimpin seperti beliau?

Sungguh, kepribadian yang terbentuk dalam diri beliau adalah hasil dari didikan pendidikan Islam dan pemerintahan yang beliau pimpin adalah pemerintahan yang jauh dari kata korupsi, yang mampu menyelesaikan berbagai permasalahan, yaitu pemerintahan Islam, khilafah Islamiyyah.


Atifa Rahmi - Mahasiswi Pendidikan Kimia UPI
dimuat @ detik.com

http://news.detik.com/read/2012/07/19/105359/1969288/471/pantaskah-wakil-rakyat-menyalahkan-rakyatnya

0 Pemilu Mahal, Rakyat Terlantar

Dua tahun lagi, pesta demokrasi lima tahunan kembali akan diadakan. Seperti pemilu-pemilu sebelumnya, meskipun waktunya masih lama namun parpol-parpol sudah mulai ancang-ancang strategi untuk menggolkan calonnya dengan melakukan penggalangan dana.

Karena, modal terkenal dan ketokohan saja belum cukup. Sistem politik demokrasi menuntut modal materi yang besar.

Maka, berlombalah para calon bekerjasama dengan pemodal untuk menggalang dana. Biaya yang ditanam pemodal harus kembali berikut untungnya.

Oleh karena itu, penguasa yang terpilih harus memberikan "jalan" untuk merealisasikan keinginan para pemodal itu dengan berbagai cara, bahkan korupsi pun diduga menjadi alasan sebagai jalan untuk mengembalikan modal.

Inilah potret perpolitikan negeri ini, potret politik berasas kapitalis-sekuler. Sehingga paradigma politik hanya fokus pada masalah kekuasaan, meraih dan mempertahankan kekuasaan. Akibatnya, kepentingan rakyat terabaikan. Rakyat terantar.

Sementara, Islam memiliki paradigma politik yang berbeda. Landasan sistem politik Islam adalah pemeliharaan urusan umat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan hukum Islam.

Dengan paradigma ini, yang menjadi fokus perhatian para penguasa adalah pemeliharaan urusan dan kepentingan umat. Sehingga, penguasa tidak sibuk mengurusi urusan sendiri bahkan bersikap abai terhadap rakyat.

Semua aktivitas politik itu tidak hanya berdimensi duniawi, pun melekat pada dimensi ukhrawi karena setiap aktivitas yang para penguasa lakukan akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Nabi saw bersabda, "Tiap kalian adalah pemimpin dan tiap kalian dimintai pertanggungjawaban atas pemeliharaan urusan rakyatnya (orang yang diurusnya)".

Dengan begitu, jika ada penguasa yang bersikap abai terhadap rakyat dalam sistem politik islam maka akan dilakukan sanksi sesuai dengan kapsitas kesalahannya.

Hal ini hanya akan bisa direalisasikan ketika sistem aturan yang ditegakkan adalah islam yang diterapkan dalam sebuah negara yang akan menaunginya.


Sabila Islamina Asy-Syahidah - Mahasiswi Pendidikan Kimia UPI 
dimuat @detik.com

http://news.detik.com/read/2012/06/28/102328/1952847/471/pemilu-mahal-rakyat-terlantar

0 Eksploitasi Politik Terhadap Kasus Sampang

Salah satu berita terhangat sekarang adalah kasus bentrok antara kelompok Tajul Muluk yang berpaham Syiah dan warga Karang Gayam dan Biuran yang berpaham Ahlus Sunnah.

Aksi kekerasan yang dilakukan kedua belah pihak memang sama sekali tidak bisa dibenarkan. Namun karena terbukti melakukan penistaan terhadap agama Islam, Tajul Muluk diadili dan divonis penjara dua tahun oleh PN Sampang.

Di tengah kerumitan masalah ini, ada sebagian pihak yang mengeksploitasi masalah ini. Para politisi, aktivis HAM, bahkan pengusung Islam liberal seakan berlomba memanfaatkan peristiwa ini.

Kelompok liberal sembari menyuarakan kebebasan, menuduh bahwa Negara gagal melindungi minoritas. Mereka kembali menuntut agar UU No 1 PNPS 1965 tentang Perlindungan Agama dari Penodaan dicabut.

Bahayanya jika pemerinta menuruti keinginan kelompok ini justru akan menimbulkan konflik sosial.

Hal ini disebabkan tidak adanya rambu yang bisa dijadikan pegangan ketika terjadi pelecehan terhadap keyakinan orang lain. Adanya pegangan saja rusuh, apalagi jika dihapuskan.

Kemudian kelompok aktivis HAM menyatakan bahwa kasus ini akan dibawa ke sidang evaluasi periodik universal (UBR) Dewan HAM PBB pada 19 September mendatang.

Namun KH Hasyim Muzadi mengingatkan, "Kasus Sampang janganlah 'diselancari' dengan eksploitasi politik, apalagi kalau eksploitasi tersebut untuk kepentingan global atau asing, terlebih menjadikannya sebagai barang jualan ke luar negri."

Perkataan mantan Ketua Umum PBNU tersebut memang benar. Pada faktanya internasional sedang dipegang AS yang telah banyak mengadu domba dan menjadikannya alat penjajahan mereka seperti halnya konflik Iran-Irak.

Seharusnya tidak perlu untuk meminta Dewan HAM PBB menyelesaikan masalah internal negri ini. Pemerintahlah yang memiliki kewenangan dan kewajiban untuk menyelesaikannya.

Di dalam aturan Islam, kesesatan yang nyata tidak dapat ditolerir. Tidak hanya memvonis penjara sekian tahun, tapi harus menghilangkan aliran sesat tersebut hingga ke akarnya. Maka, dengan begitu warga tidak akan tersulut emosi karena persoalan telah dituntaskan.

Sayangnya negri ini tidak berlandaskan Islam bahkan dikatakan bahwa Indonesia adalah Negara bebas.

Sehingga banyak yang beranggapan bahwa aliran Tajul Muluk maupun aliran sesat lainnya memiliki hak untuk menjalankan 'agama 'mereka.

Maka haruslah negri ini mengganti landasannya dengan berpegang teguh pada Islam. Islam akan memecahkan masalah karena sumbernya adalah Yang Mahatahu, Allah SWT.


Sabila Islamina Asy-syahidah - Mahasiswi Pendidikan Kimia UPI
dimuat @ detik.com
http://news.detik.com/read/2012/09/13/080615/2016717/471/eksploitasi-politik-terhadap-kasus-sampang

 

Forum Opiniku :) Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates