Minggu, 23 Desember 2012

0 BERANTAS KORUPSI DENGAN KHILAFAH ISLAMIYAH



Setelah ditunggu-tunggu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya dengan tegas memerintahkan Polri untuk menyerahkan sepenuhnya penanganan kasus hukum dugaan korupsi simulator mengemudi di Korps Lalu Lintas Polri kepada KPK. Dengan itu, diharapkan kasus-kasus kelas kakap seperti kasus Hambalang, Wisma Atlet, Century dan lainnya, segera tuntas dan negeri ini bisa bebas dari korupsi.

Harapan bebas dari korupsi sebenarnya hanya bisa terealisasi jika pemberantasannya dilakukan menggunakan sistem lain, sebab sistem yang ada justru menjadi faktor pemicu utama muncul dan langgengnya korupsi di negeri ini.

Sistem yang bisa diharapkan itu tidak lain adalah sistem Khilafah Islamiyah yang menerapkan Syariah Islam secara totalitas. Hal itu mengingat: Pertama, dasar akidah Islam mampu melahirkan kesadaran bahwa setiap gerak-gerik kita senantiasa diawasi oleh Allah SWT sehingga melahirkan ketakwaan pada diri masing-masing.

Kedua, sistem politik Islam termasuk dalam hal pemilihan pejabat dan kepala daerah, tidaklah mahal. Sehingga tidak akan muncul persekongkolan untuk mengembalikan modal yang digunakan sewaktu menikuti pemilihan.

Ketiga, politisi dan proses politik, kekuasaan dan pemerintahan tidak bergantung dan tersandera oleh kepentingan parpol, sehingga hukum tidak akan tersandera oleh kepentingan seperti dalam sistem demokrasi. Peran parpol dalam Islam adalah fokus dalam mendakwahkan Islam, amarmakruf dan nahi mungkar atau mengoreksi dan mengontrol penguasa.

Keempat, struktur dalam sistem Islam semuanya berada dalam satu kepemimpinan Khalifah, sehingga ketakpaduan antar instansi dan lembaga bisa diminimalisir bahkan tidak terjadi. Faktor absennya peran kepemimpinan bisa dihindari, berbeda dengan fakta yang ada sekarang.

Kelima, sanksi bagi pelaku korupsi mampu memberikan efek cegah dan jera. Bentuk dan kadar sanksi atas tindak korupsi diserahkan kepada ijtihad Khalifah atau qadhi, bisa disita seperti yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khaththab, atau tasyhîr (diekspos), penjara, hingga hukuman mati.

Pemberantasan korupsi saat ini diibaratkan bak mimpi disiang bolong karena beberapa faktor, diantaranya: Pertama, sistem sekulerisme dengan akidah pemisahan agama dari kehidupan dan bernegara, menyebabkan nilai-nilai ketakwaan hilang dari masyarakat khususnya dalam ranah politik dan pemerintahan. Akibatnya, tidak ada kontrol internal dalam diri masyarakat, politisi, pejabat, aparatur dan pegawai. Akhirnya, semuanya hanya bersandar pada kontrol eksternal, dan pengawasan dari atasan, inspektorat dan aparat hukum. Masalahnya, mereka semua tidak jauh berbeda bahkan sama saja. Di sisi lain, hukum juga tumpul, aturan hukum yang ada mudah direkayasa dan sanksi bagi yang terbukti bersalah pun sangat ringan.

Kedua, sistem politik demokrasi yang mahal menjadi salah satu sumber masalah korupsi. Butuh biaya besar untuk menjadi politisi, kepala daerah apalagi presiden. Untuk menjadi kepala daerah saja butuh puluhan bahkan ratusan miliar, tidak akan tertutupi dari gaji dan tunjangan selama menjabat. Maka cara singkat untuk mengembalikan modal secara cepat adalah dengan korupsi.

Ketiga, korupsi telah begitu berurat dan mengakar, sementara sistem pengendalian begitu lemah. Laporan BPK menyatakan telah terjadi penyimpangan pada instansi pemerintah pusat dan daerah di semester I tahun 2012 yakni sebanyak 13.105 kasus. Potensi kerugian negara mencapai Rp 12,48 triliun. Dari jumlah itu, sebanyak 3.976 kasus senilai Rp 8,92 triliun merupakan temuan ketidakpatuhan yang mengakibatkan kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan negara. Sisanya sebanyak 9.129 kasus senilai Rp 3,55 triliun merupakan kasus penyimpangan administrasi, ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan, serta Sistem Pengendali Intern (SPI).

Keempat, dalam sistem politik yang ada saat ini, agenda pemberantasan korupsi tersandera oleh berbagai kepentingan kelompok, partai, politisi, cukong, bahkan kepentingan koruptor. Hal mendasar adalah sistem hukum. Dalam sistem demokrasi, hukum dibuat oleh wakil rakyat bersama pemerintah. Disitulah kendali partai, kepentingan kelompok, pribadi dan cukong pemberi modal amat berpengaruh.

Kelima, sering terjadi ketidakpaduan antar lembaga dan aparat. Ketegangan KPK vs Polri jilid II adalah bukti paling akhir. Ketegangan ini dipengaruhi dua faktor yakni: faktor pertama, antar lembaga tinggi posisinya sejajar dan tidak di bawah satu kepemimpinan. KPK adalah lembaga independen. Jikalau KPK lemot, tidak bisa serta merta diakselerasi oleh presiden ataupun DPR. Sebaliknya, jika KPK dapat “hambatan” dari instansi atau aparat lain, KPK tidak mudah meminggirkan halangan itu sebab berbeda jalur. Faktor kedua, absennya peran kepemimpinan. Ketidakpaduan polri dengan KPK mestinya tak terjadi, andai sejak awal presiden memerintahkan Polri harus berjalan padu dengan KPK atau ketika Polri tidak patuh segera ditegur dan diluruskan. Peran pemimpin tidaklah seperti wasit tinju, setelah baku hantam dan berdarah-darah baru menghentikan dan memutuskan. Peran pemimpin seharusnya memimpin, mengarahkan dan memadukan gerak sehingga semua berjalan harmonis.

Keenam, sistem hukum berbelit untuk membuktikan kasus korupsi dan banyak celah bagi koruptor untuk lolos. Sanksi bagi koruptor juga sangat ringan. Jangankan mencegah orang melakukan korupsi, koruptor yang telah dihukum pun tidak jera untuk kembali melakukan korupsi.
Karena itu wajar jika harapan untuk bebas dari korupsi dengan sistem seperti sekarang ini akan terus menjadi mimpi. Aksi pemberantasan korupsi yang sedang berjalan hanya akan menjadi pelipur lara dan drama yang tak berkesudahan. Wallaahu a’lam.

Oleh: Anita Komala Dewi
Mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab UPI
Diterbitkan pada kolom OPINI- Inilah Koran edisi 19 Oktober 2012
 

0 Fenomenal Mursi, Presiden Mesir Terpilih

Kemenangan Muhammad Mursi dari Ikhwanul Muslimin atas dukungan suara kaum muslim di Mesir takterelakan lagi. Hal ini menimbulkan harapan besar bagi kaum muslim agar mereka diperintah dengan aturan Islam dan berlindung dibawah panji Islam.

Tentu saja dukungan yang diberikan bukan untuk melanggengkan system sekuler yang telah membuat umat Islam sengsara didalamnya. Pertanyaannya adalah, benarkah presiden terpilih akan mewujudkan keinginan kaum muslim?

Wartawan media Fars di Kairo mengutip pernyataan pertama Presiden Kairo bahwa ia menyerukan Negara demokrasi sipil yang sekuler, mengumumkan persetujuan Mesir atas perjanjuan-perjanjian Mesir yang bersifat internasional termasuk persetujuan atas perjanjian Camp David yang merampas bumi Palestina.

Padahal Negara sipil demokrasi "yang merupakan sistem buatan kafir barat" memisahkan agama dari Negara dan menyerahkan keputusan hukum kepada manusia bukan kepada Rabb-nya.

Bagaimana bisa seorang muslim mengusung Negara sipil demokrasi yang sekuler, sedangkan dalam Islam segala sesuatu ada aturan yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. Aturan tersebut terdapat dalam Al-Qur'an dan Assunnah, dimana tidak ada kedudukan kewajiban yang lebih tinggi dari yang lainnya.

Misalnya kewajiban qishos dalam Q.S Al- Baqarah [2]: 178 setara dengan kewajiban puasa ramadlan dalam Q.S Al- Baqarah [2]: 183, keduanya pun wajib dilaksanakan, jika tidak maka berdosa. Dimana hukum Qishas hanya bisa dilaksanakan oleh Negara yang menerapkan seluruh aturan Islam (hukum-hukum Allah).

Namun tidak semua kewajiban dalam Al Qur'an dan As-sunnah bias dilaksanakan secara sempurna saat ini, karena membutuhkan sesuatu yang lain yang bisa melaksanakannya. Sesuatu yang lain itu tak lain adalah Daulah Khilafah Islamiyyah.

Sistem peradilan Islam (sebagai penebus dan pencegah) seperti jinayat termasuk qishos hanya akan sempurna ketika dilaksanakan dalam Khilafah. Hal ini disebutkan dalam Kaidah ushul fiqih 'suatu kewajiban tidak akan sempurna (pelaksanaannya) tanpa sesuatu, maka sesuatu tersebut hukumnya adalah wajib'.

Maka keberadaan Khilafah adalah wajib sebagai satu-satunya institusi yang bias menerapkan syariat Islam secara menyeluruh.

Oleh karenaitu, sudah selayaknya para penguasa muslim menyerukan kembali syariat Islam dan menerapkannya secara sempurna dalam naungan Khilafah Islamiyyah.

Demikian pula dengan penguasa muslim Mesir, sudah selayaknya menegakkan syariat dan Khilafah Islam dan mencampakkan sistem demokrasi sekuler sebagai konsekuensi keimanan atas seorang muslim.

Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. (Q.S Al-Maidah [5]: 49)

Denissa Femi Primula - Mahasiswi Pendidikan Bahasa Inggris UPI
dimuat @detik.com

http://news.detik.com/read/2012/07/06/095609/1959015/471/fenomenal-mursi-presiden-mesir-terpilih 

0 HIV Ulah Liberalisme-Kapitalisme

Tanggal satu Desember ditetapkan sebagai hari AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) sedunia. AIDS merupakan suatu penyakit yang diakibatkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). Orang dinyatakan penderita positif virus HIV ini, tidak secara langsung dia mengidap AIDS, dibutuhkan beberapa tahun untuk sampai akhirnya pengidap virus HIV ini dikatakan penderita AIDS.

HIV merupakan virus yang menyerang sel CD4 pada sel darah putih, sebagaimana kita ketahui sel darah putih dibutuhkan manusia untuk menjaga kekebalannya.

Virus ini merusak sel CD4 dalam sel darah putih yang di dalamnya virus ini berkembang biak dan terus menyerang CD4 pada sel darah putih penderita hingga pada akhirnya penderita kehilangan banyak sel darah putih dan kekebalan penderita pun menurun, bahkan tubuhnya tidak mampu untuk menahan dari penyakit apapun, meski penyakit yang ringan seperti flu.

Dalam ilmu kedokteran HIV/ AIDS ini merupakan penyakit mematikan yang belum memiliki penawarnya. Sebagai manusia yang memiliki akal untuk berpikir, tentu jika kita tidak ingin mengidap penyakit mematikan ini, kita harus menjauhi penyebab penyakit ini, bukan menjauhi pengidapnya.

Ingatlah, mencegah lebih baik dari pada mengobati, dan penyakit ini belum ditemukan obatnya secara pasti, maka haruslah kita menghindari penyakit ini.

Darah, air mani, cairan vagina, air susu ibu merupakan alat penyebaran virus HIV. Survey membuktikan bahwa 76,3% pengidap aids disebabkan oleh seks bebas, sedang melalui jarum suntik hanya 16,3%, sisanya melalui transfusi darah dan lainnya.

Dari data seperti itu timbulah solusi abc, Abstinence (A) yaitu menghindari seks bebas, namun dalam solusi abc ini dapat dimaklumi jika ada yang tidak sanggup untuk menghindarinya, hingga alternatif solusi lainnya adalah Be faithful (B) yaitu setialah pada satu pasangan saja, namun kita tahu dalam era globalisasi ini, media sangat mudah masuk dan berbagai rangsangan pun hadir, sehingga dalam solusi abc ini pun diberikan pilihan terakhir, maka jika tidak sanggup untuk setia, gunakanlah 'pengaman', Condom (C) agar virus HIV tidak tertular.

Tahukah pembaca, bahwa penelitian kedokteran menyebutkan bahwa pori-pori kondom 10 kali lebih besar dari ukuran virus HIV, sehingga dengan penggunaan kondom ini tidak dapat menyelesaikan masalah, yaitu mengurangi pengidap HIV/ AIDS.

Bahkan setelah isu kondom merebak, dengan hadirnya atm kondom, dan kondom pun diperjual-belikan dengan bebas, semakin banyak pula pengidap HIV/ AIDS.

Sungguh solusi abc ini merupakan solusi kapitalis, yang tentu disini ada lahan bisnis sesuai dengan namanya kapital, yaitu permintaan yang tinggi untuk kondom, dan industri kondom pun mendapatkan omset yang tinggi.

Pandangan hidup kapitalisme ini lahir dari pandangan hidup sekulerisme yang mana dalam pandangan hidup ini seseorang tidak diperbolehkan membawa nama agama dalam pengurusan hidup manusia. Dengan akal yang diberikan kepada manusia, mereka sombong bahwa mereka dapat membuat aturan hidup bagi mereka.

Solusi abc merupakan solusi sesat, karena dengan solusi abc ini semakin merebaknya seks bebas yang ini merupakan penyebab tertinggi penularan HIV/ AIDS. Bahkan perilaku seks bebas ini sudah merebak ke anak sekolah menengah.

Untuk menyelesaikan permasalahan HIV/ AIDS ini dibutuhkan solusi yang mengakar, tidak hanya solusi dipermukaannya saja, yaitu perlulah peninggalan seks bebas.

Peninggalan seks bebas tidak akan terjadi ketika banyak sarana-prasana yang menunjang, kondom, tempat lokalisasi, aurat wanita yang merangsang, media elektronik yang merangsang dan hal lainnya yang memicu terjadinya seks bebas ini.

Dalam pandangan hidup kapitalisme, sesuatu yang bermanfaat, mendapatkan keuntungan, maka halal hukumnya. Begitu pula tempat lokalisasi yang ternyata masuk pada devisa negara, kondom yang dengan pasarnya dapat mendapatkan keuntungan yang sangat besar.

Dalam pandangan hidup kapitalisme yang melahirkan pergaulan yang bebas, liberal ini, wanita muslim tidak diwajibkan untuk menutup auratnya. Ini membuktikan dalam pandangan hidup serba bebas ini permasalahan HIV/ AIDS tidak dapat diselesaikan, hanya ada solusi yang menjebak, yaitu solusi abc.

Ini mengharuskan aturan yang mendasarkan hukum tidak atas dasar manfaat, namun jelas berasal dari pencipta manusia, yang juga menciptakan aturan hidup buat manusia untuk diterapkan. Allah SWT menciptakan atuan untuk manusia melalui Islam, di dalamnya wanita muslim pun diwajibkan untuk menutup aurat.

Sungguh hanya dengan aturan Islam lah sistem hidup manusia akan adil, karena pembuat aturan adalam pencipta manusia itu sendiri, yang mengetahui seluk-beluk manusia. Bukan manusia yang memiliki nafsu keserakahan.

Pengaturan Islam pun tak dapat diterapkan secara parsial, karena hukum satu dan lainnya akan berpengaruh, terlebih sudah merupakan kewajiban umat islam untuk menerapkan islam secara sempurna.

Penerapan Islam secara sempurna ini hanya didapat dalam institusi kenegaraan. Negara independen, yang dapat berdiri sendiri, dapat menerapkan Islam secara sempurna.


Fathimah Bilqis - Mahasiswi Pendidikan Matematika UPI
dimuat @detik.com

http://suarapembaca.detik.com/read/2011/12/15/222134/1792388/283/hiv-ulah-liberalisme-kapitalisme
 

Forum Opiniku :) Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates