Selasa, 30 Oktober 2012

0 Harapan Kosong Pemberantasan Korupsi

 Setelah ditunggu-tunggu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya tegas untuk menyerahkan penanganan kasus hukum dugaan korupsi simulator mengemudi di Korps Lalu Lintas Polri kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (Kompas, 9/10). Keputusan presiden tersebut diharapkan akan memberikan angin segar bagi penanganan dan penuntasan kasus korupsi di Negeri ini, mulai dari kelas teri hingga kelas kakap. Hanya saja, nampaknya masyarakat harus bersiap memiliki harapan kosong, karena harapan “Indonesia bebas korupsi” akan sulit bahkan mustahil terwujud jika sistem nya belum dirubah. Karena kasus korupsi di negeri ini, tidak hanya dilakukan by person tapi juga by system.

 Sistem politik demokrasi yang mahal menjadi salah satu sumber korupsi terbesar. Di dalam demokrasi butuh biaya besar untuk menjadi politisi, kepala daerah apalagi presiden. Dalam kampanye tak jarang  harus bermodalkan  uang puluhan juta bahkan miliaran. Untuk balik modal, sudah menjadi rahasia umum, cara-cara legal tapi curang pun dilakukan. Korupsi sangat berakar, sementara sistem pengadilan begitu lemah. Sering terjadi ketidakpaduan antar lembaga dan aparat. Ketegangan KPK Vs Polri jilid II adalah bukti paling akhir. Sehingga, pemberantasan korupsi dalam era kapitalis-demokrasi adalah suatu hal yang mendekati utopia.

Harapan bebas korupsi hanya bisa dilakukan jika pemberantasan korupsi dilakukan dengan sistem dari  Sang Pencipta, yaitu Syariah Islam. Alasannya: dasar akidah islam melahirkan kesadaran bahwa ia senantiasa diawasi oleh Allah dan melahirkan ketakwaan pada diri politisi,pejabat,aparat,pegawai dan masyarakat. Sistem politik islam termasuk dalam pemilihan pejabat dan kepala daerah tidak mahal, tidak akan akan muncul persekongkolan untuk mengembalikan modal dan keuntungan kepada pihak tertentu. Struktur dalam sistem islam semuanya berada dalam satu kepemimpinanan khalifah, sehingga ketidakpaduan antar instasi dan lembaga bisa diminimalisir.

Mari kita tengok masa Khalifah Umar bin Khathab ra, yang mengeluarkan kebijakan untuk mencatat harta pejabat dan pegawai pemerintahan. Jika ada kelebihan yang tak wajar, yang bersangkutan wajib membuktikan hartanya diperoleh secara legal. Jumlah yang tidak bisa dibuktikan, bisa disita seluruhnya atau sebagian dan dimasukkan ke kas baitul mal. Sanksi bagi pelaku pun memberikan efek cegah dan jera.

Sungguh umat muslim sangat merindukan saat ketika islam diterapkan secara sempurna, karena pemberantasan korupsi dalam sistem saat ini hanyalah harapan kosong dan hanya akan menjadi mimpi. Mimpi itu bisa diwujudkan hanya dengan penerapan syariah secara total dan menyeluruh dalam bingkai Khilafah ‘ala minhaj an-Nubuwwah.

Wallah a’lam bi ash-shawab.


Sahreva Kurniati

Pend.B.jepang Universitas Pendidikan Indonesia

085722924113

0 komentar:

Posting Komentar

 

Forum Opiniku :) Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates